Oleh Cholifia Nurchaliza
Ayah adalah cinta pertama aku. dia bagai pahlawan bagiku. Aku bernama Denis Clarista, sering dipanggil Ninis oleh ayah. Aku hanya tinggal berdua dengan ayah semenjak aku bayi. Ibuku meninggal karena ngelahirin aku. Oleh karena itulah aku merasa bersalah kepada ayah, karena kehadiranku membuatnya kehilangan wanita pendamping hidupnya yang sangat dia cintai. Tapi tidak dengan ayah, menurutnya itu semua hanyalah takdir Allah dengan kehadiranku membuat hari-hari ayah lebih sempurna. Tidak ada yang kurang dari ayah dia sangat menyayangiku, mencintaiku lebih dari apapun. Semua hal yang dikatakan atau di arahkan ayah akan aku lakukan apapun itu. Aku percaya ayah menginginkah yang terbaik untuk putri kesayangannya ini.
Suatu hari di saat aku duduk di bangku SMA, ayah berkata kepadaku untuk tidak memiliki laki-laki terlebih dahulu sebelum masuk dunia perkuliahan alias belum diperbolehkan pacaran. Aku mengikuti apa kata ayah, ya walaupun aku sudah mulai tertarik kepada lawan jenis. Aku tertarik kepada ketua osis yang bernama Rafa, begitupun juga Rafa. Rafa pernah mengungkapkan isi hatinya untuk mengajak aku pacarana. Namun aku menolaknya demi menjaga apa kata ayah. Bahkan untuk kegiatan aku sehari-hari pun mengikuti apa yang dikatakan ayah. Seperti contohnya aku suka Bahasa Indonesia, tetapi ayah lebih mendukung aku untuk lebih ke matematika. Karena ayah ingin aku mengambil jurusan manajemen ekonomi pada saat kuliah.
Ayah bekerja banting tulang buat membahagiakan anaknya. Ayah hanyalah seorang sopir angkot yang penghasilan tiap harinya tidak tentu. bahkan pernah tidak mendapatkan penghasilan. Melihat itu, aku sangat ingin membantu ayah. Aku mencoba membuat kue dan aku jualkan kepada teman-teman sekolahku.
AyahĀ : āAnakku Ninis, putri manis ayah kamu tidak perlu melakukan semua itu, belum
waktunya untuk kamu mencari uang sendiri dengar kata ayah ya.ā
Denis : āNinis hanya ingin membantu ayah.ā
AyahĀ : āSuatu hari di saat Ninis sudah bekerja Ninis boleh membantu ayah, untuk
saat ini tugas Ninis hanyalah belajar dan mewujudkan mimpi.ā
Suatu hari, di mana hari kelulusan aku. Aku dan ayah berngkat ke sekolah menggunakan angkot ayah dengan berpakaian rapi. Aku tidak sabar melohat raut wajah bahagia ayah ketika melihat anaknya lulus. Ayah sangat terlihat bahagia, bahkan lebih bahagia dari hari-hari sebelumnya. Begitupun aku, aku bangga lulus dengan nilai terbaik dan mendapatkan penghargaan. Itu adalah hal yang bisa aku tunjuukan kepada ayah bahwa aku adalah anak yang membanggakan. Sesudah kelulusan itu, ayah sangat memikirkan dan mempertimbangkan untuk aku kuliah dimana. Kerjaan ku setiap hari hanyalah membaca buku dan belajar. itu kata ayah dan aku mengikutinya.
AyahĀ : āNinis, bagaimana kalau kamu kuliah di Universitas Gajah Mada dan
mengambil jurusan manajemen ekonomi?ā
Denis : āSebetulnya ayah untuk tempat mana yang ayah pilih buat Pendidikan Ninis,
itu tidak masalah, akan tetapi jika boleh jujur Ninis sangat ingin mengambil
sastra Indonesia tetapi itu semua Ninis serahkan kepada ayah.ā
AyahĀ : āAyah tidak akan memaksamu nakā¦tetapi jurusan manajemen ekonomi lebih
terjamin buat masa depan nak, kamu bisa kerja kantoran.ā
Denis : āBaik ayah Ninis akan mengikuti kata ayah, karena semua arahan ayah pasti
yang terbaik.ā
Setelah aku mengikuti pendaftaran Universita Gajah Mada, Aku dinyatakan keterima di Universitas Gajah mada jurusan manajemen ekomoni dengan jalur rapor. aku dan ayah sangat bahagia. Namun, ada kesedihan dalam diri aku bahwa sebentar lagi aku dan ayah akah berjarak jauh. Mau tidak mau aku harus merantau ke Yogyakarta untuk Pendidikan dan meninggalkan ayah di Sukabumi sendirian. Aku tak bisa membayangkan bagaimana hidup aku jika hari-hari tanpa ayah.
Perubahan yang aku ketahui ketika sudah memasuki dunia perantauan adalah tentang pergaulan, harus pandai-pandai menjaga dan memilih teman untuk terhindar dari pergaulan bebas. Kerinduan kepada ayah itu pasti ada tetapi itulah yang harus aku lakukan untuk bertanggung jawab atas pilihanku. Sesudah mulai kegiatan kuliah, aku mulai beradaptasi dan menjalani hari-hari sebagai mahasiwa.
Tepat tiga tahun, aku menempuh Pendidikan yang artinya aku telah menginjak semester enam. Suatu hari, dengan tidak sengaja aku bertubrukan dengan laki-laki yang menurutku sangat rupawan bahkan berhasil membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama.
BimoĀ : āEh maaf ngga sengaja.ā
Denis : āIyaa maaf juga aku enggak liat.ā
BimoĀ : āSalam kenal panggil aku Bimo.ā
Denis : āDenis namaku, senang berkenalan denganmu.ā
Semenjak kejadian itu, aku dan Bimo sering menghabiskan waktu berdua untuk ngobrol dan berbagi pengalaman. Bimo adalah mahasiswa sementer enam, sama seperti aku. Bimo anak jurusan ilmu komunikasi yang letak fakultasnya bersebrangan denganku. Menurutku Bimo adalah laki-laki baik, dia penyayang, memiliki rasa empati yang tinggi, sopan, dan bertanggungjawab. Aku jatuh cinta dengan Bimo akan tetapi kita berbeda keyakinan. Bimo beragama kristen sedangkan aku islam. Apa kata ayah jika aku berpacaran dengan yang beda agama. Suatu hari di sebuah cafe deket kampus aku dan Bimo duduk.
BimoĀ : āDenis semenjak aku kenal denganmu, aku merasa kita cocok deh.ā
Denis : āAku senang bisa dekat denganmu, kamu baik.ā
BimoĀ : āMungkin ini menurutmu kecepetan tapi mau nggak kamu jadi pacarku, aku
kita tidak seiman tetapi apa salahnya jika dicoba dan jalanin dulu.ā
Denis : āTapiā¦iya Bim akum mau kok, kita bisa jalanin dulu pelan-pelan.ā
Entah apa yang ada dipikiranku, kurasa aku sedang dimabuk cinta. Aku menerima Bimo jadi pacarku tanpa mempermasalahkan perbedaan kita. Mulutku seperti ditarik untuk bilang mau kepada Bimo. Aku bahagia menjalani hari-hari sebagai kekasih Bimo tetaoi aku juga tidak berani mengatakan dan meminta izin kepada ayah. Pasti ditolak mentah-mentah. Untuk saat ini aku tidak megikuti apa kata ayah, ini semua aku lakukan dan tidak jujur kepada ayah. Dering telfon aku berbunyi.
Denis : āHallo ayah assalamualaikum.ā
AyahĀ : āWaāalaikumsalam nak, bagaimana dengan kabarmu?ā
Denis : āBaik ayah, ayah sendiri bagaimana?ā
AyahĀ : āAlhamdulilah baik. apa kamu sudah mempunyai kenalan di sana? ayah harap
meskipun ayah memperbolehkan kamu pacarana tapi kamu tau batas ya nak,
ayah ingin melihat kamu sukses terlebih dahulu.ā
Kebohongan ini aku mulai dengan terpaksa, karena aku terlanjur jatuh cinta kepada Bimo. Tepat enam bulan aku menjalani hubungan dengan Bimo, yang artinya saat ini aku semester tujuh dan sebentar lagi lulus. Sebelum aku dan Bimo mulai mengerjakan skripsi dan sibuk masing-masing, Bimo mengajak aku jalan-jalan ke pantai. yang perjalanannya hampir satu jam dari Yogyakarta kota menuju pantai gunung kidul. sesuai ekspektasi bahwa pemandangan pantai yang indah dinikmati oleh aku dan Bimo. kita menghabiskan waktu di sana sampai akhirnya hari mulai malam.
Di tengah perjalanan menuju pulang tiba-tiba motor Bimo mogok dan tidak bisa jalan. Terpaksa kami menginap di salah satu hotel. Tapi sayangnya hanya tinggal satu kamar yang kosong. Mau tidak mau aku harus sekamar dengan Bimo dengan perjanjian Bimo tidur di sofa. Namun, entah apa yang merasuki pikiran kita. kita tidak bisa menahan nafsu dan terkalahkan oleh rayuan setan. Aku dan Bimo melakukan hal suami istri yang sepantasnya tidak kita lakukan.
Dua bulan setelah kejadian itu, aku jatuh sakit tiap hari mual dan begitu pusing. Aku takut jika aku hamil, aku menyuruh Bimo untuk membelikan aku test pack. Dan alangkah kagetnya aku setelah aku cek ternyata aku benar positif hamil. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan kecuali bercerita dengan ayah. Langsung saja aku pulang di hari itu juga.
Setelah ayah mengetahui semuanya, ayah sangat marah karna aku telah mengecewakannya. Seperti bom yang meledak, kemarahan ayah sudah mencapai batas. Ayah hanya menyuruh Bimo bertanggung jawab dengan syarat dia harus masuk agama aku. Namun, setelah Bimo dan orang tuanya bicara dengan ayah dirumahku. Orang tuanya tidak mengizinkan jika Bimo berpindah agama. Bimo tetap bertanggung jawab tetapi kita di agama masing-masing. Ayah menolaknya secara mentah mentah. ājika Bimo tidak bisa berpindah agama, maka tidak akan ada pernikahan diantara anak kami, biar saya dan putri saya menanggung sendiriā kata ayah.
Bimo pun lepas tanggung jawab dari semuanya. Hidupku bagaikan kertas yang terlebur hancur berkeping-keping. Sampai pada akhirnya usia kandunganku mulai membesar. Ayah menikahkanku dengan lelaki pilihan ayah yang mau menerima aku apa adanya. Angga Namanya, dia seorang santri dari anak sahabat ayah. Dia juga tidak mempermasalahkan atas perjodohan ini. Bahkan dia menerima aku dengan keadaan hamil.
Selama hamil dan menjadi seorang istri Angga, aku tidak lupa dengan kewjiban aku yaitu tetap mengerjakan skripsi. Aku tidak mau semua ini menghambat pendidikanku. Sampai pada akhirnya aku melahirkan seorang anak perempuan dan dinamai Aisyah oleh Angga suamiku. Selang dua bulan setelah lahiran, aku menghadiri acara wisudaku dengan ditemani ayah, Angga, mertua aku, dan putri kecilku. Aku menyesal dulu tidak mengikuti apa kata ayah, tetapi āsetiap badai pasti berlalu tugas kita hanyalah harus iklas menjalaniā itu kata ayah dihari wisudaku.