ArtikelOpini

Bajingan: Bukan Umpatan, Tapi Makanan

Oleh Riska Meliyana

Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang dikenal dengan kekayaan kuliner tradisionalnya. Selain dikenal dengan tembakau dan kopi sebagai komoditas unggulannya, Temanggung juga mempunyai hasil bumi berupa singkong, yang oleh masyarakat setempat sering disebut sebagai jendral, dalam jumlah yang cukup melimpah. Tanaman ini, oleh masyarakat setempat biasanya diolah menjadi berbagai makanan tradisional yang unik, salah satunya adalah bajingan.

Di Temanggung, istilah bajingan yang biasanya diasosiasikan dengan perilaku kurang terpuji justru digunakan untuk menyebutkan salah satu hidangan khas yang banyak diminati. Bajingan merupakan hidangan berbahan dasar singkong yang direbus dengan gula aren dan santan. Tambahan seperti daun pandan atau sedikit garam biasanya digunakan untuk menyeimbangkan rasa. Hidangan ini menawarkan kombinasi rasa manis dan gurih, dengan tekstur singkong yang menjadi pulen dan gula yang mengental setelah proses pemasakan. Hidangan ini sering disajikan sebagai camilan atau makanan penutup yang sederhana, namun sarat makna, mencerminkan kearifan lokal masyarakat Temanggung.

Bajingan, selain sebagai makanan khas yang unik juga merupakan representasi dari nilai-nilai budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat Temanggung. Hidangan ini juga kerap disajikan dalam momen-momen kebersamaan, seperti gotong royong, arisan, atau hajatan, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Temanggung. Hidangan ini menunjukkan bahwa kesederhanaan tidak berarti kehilangan nilai, sebaliknya, justru mengajarkan apresiasi terhadap hal-hal kecil yang memiliki makna besar. Dengan mempertahankan resep dan cara pengolahan yang turun-temurun, masyarakat Temanggung menjaga bajingan sebagai salah satu identitas kuliner yang menghubungankan generasi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Berbicara mengenai masa lalu, seperti apakah sejarah dari makanan khas ini?

Sejarah dari kata bajingan itu sendiri ternyata juga cukup unik. Istilah bajingan konon berakar dari julukan yang diberikan kepada para pengemudi gerobak sapi di masa lampau. Para pengemudi yang umumnya berasal dari kalangan sosial kelas rendah tersebut sering menjadikan singkong yang dimasak dengan gula aren sebagai santapan mereka. Konon, hidangan ini juga dianggap sebagai makanan istimewa bagi mereka, dan hanya bisa dinikmati saat memiliki penghasilan lebih. Dari sejarah tersebut, hingga kini hidangan tersebut telah menjadi bagian dari identitas kuliner khas di Temanggung.

Di balik nama yang unik dan menggelitik, bajingan adalah cerminan kehangatan dan kesederhanaan masyarakat Temanggung. Sebagai makanan khas, bajingan tidak hanya menjadi simbol identitas kuliner masyarakat lokal, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya yang patut dilestarikan. Kuliner seperti ini juga memiliki pontensi besar untuk menarik perhatian wisatawan yang ingin merasakan cita rasa tradisional sekaligus memahami warisan budaya Temanggung. Lebih dari sekedar makanan, bajingan juga dapat menjadi jembatan guna mengenalkan nilai-nilai budaya dan sejarah daerah bersama kuliner lokal lainnya. Temanggung dapat memperluas daya tariknya sebagai daerah yang tidak hanya kaya akan hasil bumi seperti tembakau dan kopi, tetapi juga memiliki keunikan kuliner yang mengesankan.

Dengan rasa manis dan gurih yang memikat, bajingan membuktikan bahwa tidak semua bajingan itu buruk, setidaknya yang satu ini bisa bikin lidah bahagia, kan?

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button