Kabartemanggung.com – Bangunan GPIB Beth-El di Magelang merupakan salah satu peninggalan sejarah yang memiliki nilai arsitektur tinggi dan menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah kota ini. Gereja Protestan yang terletak di Jalan A. Yani, Magelang, ini telah berdiri kokoh sejak awal abad ke-20, menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting di kawasan tersebut.
Dibangun pada tahun 1817, GPIB Beth-El Magelang awalnya didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk melayani kebutuhan rohani masyarakat Protestan di kawasan tersebut. Bangunan ini mencerminkan perpaduan gaya arsitektur kolonial dengan elemen lokal yang membuatnya tampak megah namun tetap harmonis dengan lingkungan sekitar. Material bangunan seperti bata merah dan kayu berkualitas tinggi menunjukkan ketelitian dan keahlian para perancang pada masa itu.
Salah satu daya tarik utama dari bangunan gereja ini adalah menara loncengnya yang menjulang tinggi, menjadi landmark yang mudah dikenali di pusat kota Magelang. Menara ini tidak hanya berfungsi sebagai simbol religius, tetapi juga memberikan kesan estetis yang kuat pada keseluruhan bangunan. Interior gereja pun tak kalah memukau, dengan langit-langit tinggi, jendela kaca patri berwarna-warni, dan furnitur kayu yang masih asli sejak zaman kolonial.
Selama hampir satu abad berdiri, GPIB Beth-El telah menjadi tempat ibadah sekaligus pusat kegiatan sosial bagi masyarakat. Berbagai acara keagamaan, pendidikan, hingga kegiatan amal rutin diadakan di sini, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan komunitas lokal. Bahkan, pada masa pendudukan Jepang, gereja ini sempat menjadi tempat pengungsian bagi warga yang mencari perlindungan.
Sebagai salah satu bangunan cagar budaya di Magelang, GPIB Beth-El mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat untuk menjaga keasliannya. Proses restorasi dan pemeliharaan secara berkala dilakukan untuk memastikan bangunan ini tetap kokoh dan layak digunakan. Langkah ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap nilai sejarah dan arsitektur yang terkandung di dalamnya.
Namun, tantangan tetap ada. Seiring dengan modernisasi dan perkembangan kota, ancaman terhadap kelestarian bangunan bersejarah seperti GPIB Beth-El terus meningkat. Tekanan dari urbanisasi, polusi, hingga potensi bencana alam menjadi isu yang harus diatasi demi keberlangsungan bangunan ini. Masyarakat lokal bersama pemerintah kini bekerja sama untuk menjadikan gereja ini sebagai pusat pendidikan sejarah dan pariwisata.
GPIB Beth-El Magelang bukan hanya sebuah tempat ibadah, melainkan juga simbol keberagaman dan toleransi di tengah kehidupan masyarakat kota. Kehadirannya yang kokoh hingga kini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang, sekaligus melestarikan nilai-nilai universal yang diwariskan oleh pendahulu kita. (Feiza)