Cinta Segitiga: Aku, Laptop, dan Revisian Skripsi

Oleh: Laras Novita Ardani

Di sebuah kamar kecil yang berukuran tak lebih dari 3 x 4, malam sangat terasa sunyi hanya ada aku dan suara kipas kecil berbentuk minion yang suaranya bisa terdengar sampai luar kamar. Aku, seorang mahasiswa semester akhir yang sedang terjebak dalam hubungan segitiga yang rumit antara aku, laptopku, dan revisian skripsi yang membuat nafsu makan ku semakin menurun. Kali ini aku sedang terbaring di kasur kecil ku, sambil memeluk boneka Tayo kesayanganku. Di sisi lain, laptopku sudah menyala kurang lebih 2 jam lalu, tapi aku masih enggan untuk menyentuhnya.

Laptopku, si paling setia bermerek “Lenovo”, sudah menemaniku selama awal aku masuk kuliah. Dia selalu bersamaku, meskipun aku selalu membuat dia lembur, sayangnya laptopku ini sering kali mendadak blue screen ketika aku dikejar deadline.

Akhir-akhir ini aku selalu menjaga jarak dengan laptopku, entah kenapa membuka aplikasi video pendek berwarna hitam di ponsel lebih menarik daripada mengerjakan skripsi laptop. Laptopku diam, tapi seakan-akan memandangku dengan tatapan yang tajam.

“Ayo!, kerjakan skripsimu, lihat teman-temanmu sudah acc untuk sempro”, mungkin itu yang akan dikatakan laptopku kalau bisa berbicara.

Tapi aku, malah lebih memilih membuka kembali aplikasi video pendek itu “10 menit habis itu ngerjain revisi sampai selesai”, batinku.

10 menit tak terasa berubah menjadi dua jam, hingga aku sadar jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Aku pun bergegas untuk bangun dari kasur nyamanku ini dan duduk di depan laptop.

“Baiklah, malam ini aku akan serius mengerjakan revisian ini!” batinku untuk memotivasi diri sendiri agar semangat mengerjakan revisi. Kubuka file revisianku dengan sedikit malas, rasanya ingin mengambil ponselku dan membuka aplikasi video pendek lagi. Setelah file revisianku terbuka dan membaca komentar dosen di bab 1, rasanya ingin menangis saja.

“Bahasanya tidak mudah dipahami”.
“Antar kalimat tidak saling berkesinambungan”
“Paragraf ini tidak bisa dipahami”.
Itulah beberapa komentar dosen di dosen yang membuat aku hilang semangat.

“Kalau Ibu saja tidak paham, apalagi saya”, kata ku sambil berteriak.

Akhirnya, aku mengerjakan revisianku, butuh waktu lama memperbaiki bab 1 ini, apalagi bab selanjutnya. Entah kenapa semakin aku baca, semakin aku tidak paham dengan skripsiku sendiri.

Tak terasa jam sudah menujukan pukul 1 dini hari, otakku pun sudah tidak bisa bekerja hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidur sebentar. Namun, aku teringat dengan pesan yang dikirimkan dosenku tadi bahwa aku harus menyetorkan revisian skripsi besok pagi pukul 9.

Hingga akhirnya, aku sama sekali tidak tidur hari ini dan alhamdulillah revisian skripsiku selesai semua. Meskipun mataku sudah seperti mata panda dan jalanku sudah seperti zombie, tidak apa-apa yang penting semuanya selesai.

Keesokan harinya, aku menyerahkan revisi ke dosen pembimbing. Tentu saja, beliau masih menemukan kekurangan di sana-sini. Tapi aku hanya bisa tersenyum. Drama ini belum selesai, tapi setidaknya aku dan laptopku sudah berjuang bersama.

Exit mobile version