ArtikelEsai

Fakta dan Mitos, Mengapa Malam Jumat Kliwon Selalu Menakutkan?

Kabartemanggung.com – Masyarakat Jawa mengenal istilah weton yang biasanya digunakan sebagai penanda hari kelahiran dalam penanggalan Jawa. Tradisi ini diyakini secara turun-temurun.

Weton adalah istilah sakral sekaligus adat dan bagian dari budaya Jawa yang dianggap dapat menghitung tanggal lahir serta meramalkan sifat seseorang berdasarkan hubungannya dengan alam secara akurat. Selain itu, weton merupakan penggabungan antara hari dengan pasaran, yaitu legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Ada satu hari yang menurut orang Jawa dianggap sebagai hari dengan weton yang mistis dan keramat, yaitu malam Jumat Kliwon.

Beragam mitos terkait malam Jumat Kliwon berkembang di masyarakat. Mereka mengganggap malam Jumat terutama Jumat Kliwon adalam malam di mana dunia gaib lebih aktif karena kemunculan makhluk halus seperti pocong, kuntilanak, dan jin. Banyak cerita horror yang beredar dari mulut ke mulut bahkan pada masa sekarang dimanfaatkan sebagai konten cerita horror yang menceritakan kisah dan pengalaman yang menakutkan pada malam tersebut. Meskipun secara keilmuan hal ini belum terbukti jelas, kisah-kisah mengenai hal itu masih terus berkembang hingga sekarang dan dianggap sebagai kebudayaan lisan yang diwariskan secara turun-temurun.

Bukan hanya itu, malam Jumat oleh beberapa orang diyakini sebagai malam yang “angker”, sehingga banyak yang memilih untuk tidak keluar rumah pada mala mini, terutama malam Jumat Kliwon karena mereka dibayangi rasa takut jika saat keluar rumah bertemu dengan makhluk halus.

Kepercayaan tersebut tertulis pada karya sastra Jawa, salah satunya yaitu Serat Centhini yang mendeskripsikan berbagai kepercayaan mengenai malam angker. Dalam serat tersebut, malam Jumat Kliwon disebut sebagai malam paling sakral, di mana aktivitas dunia gaib sedang berada pada puncaknya. Meskipun bersifat fiksi, masih banyak masyarakat yang mempercayai dan menghormati tradisi tersebut.

Kepercayaan Masyarakat Jawa Pada Malam Jumat Kliwon
Pada malam Jumat Kliwon, masyarakat Jawa terutama yang masih menganut budaya Kejawen biasanya melakukan ritual menolak bala atau menjaga diri dari makhluk halus. Ritual biasanya dilakukan dengan menggelar doa bersama, memberikan sesajen dan menyalakan dupa di tempat keramat. Selain itu, masih banyak yang meyakini untuk tidak melakukan pekerjaan terutama proyek besar dan berpergian jauh pada malam ini karena dikhawatirkan terjadi hal buruk karena pengaruh energi negatif.

Meski sebagian orang menganggap bahwa hal tersebut merupakan fiksi dan hanya mitos belaka tetapi bagi sebagian masyarakat Jawa lebih memilih untuk mengikuti dan menghormati tradisi yang sudah ada dan tidak melakukan aktivitas yang dianggap berisiko.

Malam Jumat dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, malam Jumat atau hari Jumat memiliki kedudukan istimewa karena dianggap sebagai malam yang penuh berkah dan dianjurkan untuk umat Islam agar memperbanyak ibadah dengan membaca surat Yasin, berdzikir, dan mendoakan para leluhur. Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, di mana Rasulullah SAW bersabda:
“Hari terbaik di mana matahari terbit adalah hari Jumat; pada hari itu Adam diciptakan dan ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu ia dikeluarkan pula dari surga.” (HR. Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan betapa pentingnya malam dan hari Jumat bagi umat Muslim. Mereka percaya bahwa doa-doa yang dipanjatkan pada malam itu lebih dikabulkan. Selain itu, pada malam Jumat, umat Muslim juga dianjurkan memperbanyak Sholawat Nabi sebagai bentuk cinta dan penghormatannya pada Rasulullah SAW.

Tradisi Mandi Kembang
Di luar konteks agama, terdapat tradisi unik yang biasanya dilakukan masyarakat Jawa pada malam Jumat, yaitu mandi kembang. Mandi kembang dilakukan dengan menggunakan air yang sudah dicampur dengan bunga mawar, kenanga, dan Melati. Masyarakat percaya bahwa dengan ritual mandi kembang dapat membuang energi negatif. Biasanya ritual ini dilakukan bagi mereka yang mengalami permasalahan hidup baik itu masalah ekonomi, kesehatan, maupun hubungan yang tidak harmonis.

Tradisi ini juga dilakukan pada calon pengantin sebelum menjelang hari pernikahan dengan tujuan membersihkan diri secara spiritual agar diberikan keberkahan dalam memulai kehidupan baru. Meskipun kepercayaan ini belum memiliki dasar ilmiah, namun hingga kini masyarakat masih patuh dan menghormati tradisi para leluhur serta warisan budaya ini tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. (KT44/Dewi)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button