Fenomena Kesurupan dalam Perspektif Budaya dan Psikologi

Oleh : Khansa Aisyatul Nabilla

Fenomena yang cukup sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia, khususnya dalam konteks kehidupan masyarakat tradisional dan kepercayaan lokal yakni kesurupan. Secara umum, kesurupan dipahami sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar atau kehilangan kendali atas tubuh dan pikirannya, kemudian berbicara atau bertindak dengan cara yang tidak biasa, seolah-olah ada makhluk lain yang menguasai dirinya. Dalam pandangan masyarakat, kesurupan sering dikaitkan dengan hal-hal gaib seperti roh halus, makhluk astral, atau arwah leluhur. Tidak jarang pula kesurupan muncul dalam konteks upacara adat, pertunjukan seni tradisional, atau dalam kejadian massal di sekolah dan tempat kerja. Karena sifatnya yang misterius, fenomena ini sering mengundang perhatian dan perdebatan, baik dari sudut pandang kepercayaan maupun ilmu pengetahuan modern.

Dalam kebudayaan Jawa, Bali, dan sejumlah daerah lainnya, kesurupan memiliki tempat tersendiri dalam ritual spiritual. Dalam tradisi seperti tari Jaran Kepang, Reog Ponorogo, atau ritual Kuda Lumping, para penari kadang mengalami kondisi trance atau kesurupan, yang dianggap sebagai wujud kerasukan roh leluhur atau kekuatan gaib yang mendampingi pertunjukan tersebut. Dalam konteks ini, kesurupan dianggap sah dan bahkan disakralkan, karena diyakini menunjukkan hubungan spiritual antara manusia dan dunia tak kasatmata. Di sisi lain, dalam konteks yang tidak disengaja seperti kesurupan massal di sekolah, peristiwa tersebut sering dianggap sebagai gangguan jin atau makhluk halus, dan masyarakat biasanya akan memanggil orang pintar, dukun, atau ustaz untuk melakukan ritual penyembuhan seperti ruqyah atau doa-doa tertentu.

Namun, dari perspektif psikologi, kesurupan juga dapat dijelaskan sebagai gangguan psikologis yang dikenal sebagai dissociative trance disorder atau gangguan disosiatif. Kondisi ini terjadi ketika seseorang mengalami pelepasan kesadaran dari identitas dirinya karena stres, trauma, tekanan sosial, atau sugesti yang sangat kuat. Dalam banyak kasus, kesurupan terjadi secara massal karena pengaruh sugesti kelompok, terutama di lingkungan yang penuh tekanan seperti sekolah menjelang ujian atau tempat kerja dengan beban tinggi. Gejala kesurupan secara psikologis dapat mencakup perubahan suara, gerakan tak terkendali, tidak mengenali orang di sekitar, hingga lupa kejadian setelahnya. Oleh karena itu, para ahli psikologi dan kesehatan jiwa biasanya menyarankan pendekatan medis dan konseling untuk menangani kesurupan, terutama jika berulang dan bersifat mengganggu aktivitas harian seseorang.

Yang menarik, kesurupan tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenomena serupa juga terjadi di berbagai negara dengan bentuk dan pemahaman yang berbeda. Di Jepang misalnya, dikenal istilah “kitsune-tsuki”, yaitu kerasukan roh rubah. Di Afrika dan Amerika Latin, kesurupan sering muncul dalam ritual perdukunan atau penyembahan roh. Ini menunjukkan bahwa kesurupan adalah fenomena global yang muncul dalam konteks budaya dan spiritual masing-masing masyarakat. Perbedaannya terletak pada bagaimana masyarakat merespons dan menafsirkan peristiwa tersebut. Di Indonesia sendiri, perbedaan respons terlihat antara masyarakat perkotaan yang cenderung merujuk pada penanganan medis atau psikologis, dan masyarakat pedesaan yang masih kuat dengan pendekatan spiritual dan adat.

Fenomena kesurupan menjadi menarik karena berada di persimpangan antara budaya, kepercayaan, dan ilmu pengetahuan. Banyak pihak berpendapat bahwa keduanya tidak perlu saling meniadakan. Pendekatan spiritual dan psikologis bisa berjalan beriringan selama tujuannya adalah untuk membantu orang yang mengalami kesurupan pulih dengan baik. Edukasi kepada masyarakat tentang penyebab kesurupan dari sisi medis juga sangat penting agar tidak semua gejala disalahartikan sebagai gangguan makhluk halus. Selain itu, penting juga untuk mengidentifikasi faktor pemicu di lingkungan sekitar seperti tekanan mental, konflik sosial, atau minimnya dukungan emosional yang sering kali menjadi akar masalah terjadinya kesurupan.

Sebagai penutup, kesurupan adalah fenomena kompleks yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan satu sudut pandang. Baik dalam konteks tradisi, spiritualitas, maupun ilmu psikologi, kesurupan tetap menjadi bagian dari dinamika sosial dan budaya masyarakat. Pendekatan yang bijaksana, terbuka, dan saling menghormati antara tradisi dan ilmu pengetahuan akan membantu masyarakat memahami dan menangani fenomena ini dengan lebih baik. Dengan begitu, kesurupan tidak hanya dilihat sebagai gangguan, tetapi juga sebagai cerminan dari kondisi psikologis, spiritual, dan sosial yang saling terkait dalam kehidupan manusia.

Exit mobile version