Filosofi Ayam: Keberanian Sederhana dalam Mengambil Keputusan

Oleh : Fitria Agustin Indah Yuianti

Pernahkah kamu memperhatikan ayam yang menyeberang jalan? Dia melakukannya berkali-kali dalam sehari tanpa berfikir panjang, tanpa tanya pendapat siapa-siapa, tanpa menunggu momen yang sempurna. Padahal risikonya sama besarnya dengan kita: hidup dan mati.

Anehnya, dengan otak sebesar bola matanya, ayam itu lebih berani mengambil keputusan daripada kita yang otaknya 300 kali lebih besar.

Kita yang Terlalu Banyak Mikir
Sebaliknya, kita manusia? Untuk hal sepele saja bisa mikir berhari-hari. Mau kirim chat “Hai” atau “Halo” aja bisa bingung. Mau pilih menu makan siang sampai tanya grup WhatsApp keluarga. Bahkan untuk keputusan yang sudah jelas baik untuk kita, kita masih butuh validasi dari orang lain.
“Menurutmu gimana ya?” “Kira-kira bener gak ya?” “Setuju gak kalau aku…”
Pertanyaan-pertanyaan itu familiar, kan?

Memang tidak sepenuhnya salah kita. Hidup di zaman sekarang membuat kita terbiasa mencari persetujuan orang lain. Media sosial membuat kita butuh likes dan komentar untuk hampir semua hal. Kita takut salah, takut dihakimi, takut dikritik.
Tapi coba lihat ayam itu lagi. Dia tidak punya Instagram untuk pamer keputusannya. Dia tidak butuh approval dari kawanan lain. Dia cuma butuh satu hal: keyakinan sederhana bahwa dia harus melangkah.
Yang Bisa Kita Pelajari
Bukan berarti kita harus jadi ceroboh seperti ayam. Tentu ada keputusan besar yang butuh pertimbangan matang. Tapi mayoritas keputusan dalam hidup kita sebenarnya tidak seberat yang kita kira.

Ayam mengajarkan tiga hal sederhana:
– Percaya pada insting. Kadang, perasaan pertama kita sudah benar. Tidak perlu dianalisis sampai pusing.
– Terima risikonya. Setiap keputusan pasti ada risikonya. Yang penting bukan menghindari risiko, tapi berani menghadapinya.
– Fokus pada tindakan. Jangan menunggu kondisi sempurna. Kadang, keputusan yang “cukup baik” lebih berharga daripada keputusan “sempurna” yang tidak pernah diambil.
Mulai dari yang Kecil
Kamu bisa mulai dari hal-hal sederhana. Mau makan apa hari ini? Pilih aja, jangan sampai kelamaan mikir. Mau kirim pesan ke teman lama? Kirim aja. Mau coba hobi baru? Mulai aja.
Tidak semua keputusan harus sempurna. Yang penting adalah kita bergerak, kita mencoba, kita berani melangkah.

Keberanian itu Sederhana
Ayam itu masih menyeberang jalan setiap hari. Kadang selamat, kadang hampir celaka, tapi dia terus melangkah. Dia tidak tahu teori rumit tentang manajemen risiko, tapi dia tahu satu hal: untuk sampai ke tujuan, harus bergerak.

Hidup ini bukan tentang mengambil keputusan yang sempurna. Hidup ini tentang mengambil keputusan dan menjalaninya dengan berani.

Jadi, kapan terakhir kali kamu mengambil keputusan tanpa bertanya ke orang lain dulu? Kapan terakhir kali kamu percaya sama insting kamu sendiri?

Mungkin saatnya belajar dari ayam: berani melangkah, meski jalannya tidak selalu mulus. Karena keberanian yang sesungguhnya bukan berarti tidak takut, tetapi tetap melangkah meski ada rasa takut.

Percayalah pada dirimu sendiri. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira.

Exit mobile version