Oleh : Khansa Aisyatul Nabilla
Pagi itu, Bu Ratmi hampir menumpahkan kopinya saat mendengar suara “Mbeeek!” dari atas rumah. Ia menengok ke luar jendela. Seekor kambing berdiri di balkon lantai dua rumahnya, mengunyah bunga kertas dari pot gantung sambil memandangi jalanan dengan ekspresi santai. Seolah-olah dia pemilik rumah yang sedang menikmati suasana pagi.
“ALLAHUAKBAR!!!!” teriak Bu Ratmi.
Suara teriakannya menggemparkan seisi gang. Ibu-ibu yang sedang menyapu, anak-anak yang sedang bermain layangan, sampai Pak Rudi tetangga sebelah yang biasanya setenang batu karang, ikut melongo. Pak Rudi yang penasaran akan teriakan Bu Ratmipun segera berlari mendekat sambil menyipitkan mata. “Bu Ratmi beternak kambing indoor ya sekarang?” Ucapnya sambil terkikik.
“Pak Rudi, itu kambing siapa bisa-bisanya naik ke balkon! Ini bukan apartemen hewan!”
Anak-anak kecil yang sedang bermain layanganpun bergegas menuju rumah Bu Ratmi. Depan rumah Bu Ratmi sontak ramai, sorak-sorai seperti sedang diadakan sirkus dadakan.
“Cup! Cup! Lihat sini dong!”
“Wah, kambingnya kayak selebgram!”
“Selfie dulu, selfie dulu!”
Kambing itu, yang ternyata bernama Ucup, tetap tenang. Ia bahkan mengibaskan telinganya seperti artis yang terganggu paparazzi. Kambing itu bak artis naik daun yang tengah dikerumuni para wartawan.
Bu Ratmi panik, ia langsung naik ke lantai dua. Pintu balkon dibuka, dan di sana ada si Ucup duduk dengan damai sambil melahap tanaman lidah mertua. Tatapan matanya tenang. Sementara itu Bu Ratmi, hampir kena darah tinggi.
“UCUP! TURUN KAU!”
Ucup seakan menatap Bu Ratmi malas “Mbeeek.”
Setelah dua jam keributan, Pak Rudi dan tiga pemuda RT datang membawa daun singkong dan roti sobek sebagai umpan. Dengan bujukan penuh kesabaran dan sedikit rayuan, Ucup akhirnya mau turun lewat tangga biasa. Anak-anak bersorak seolah menyambut pahlawan pulang dari medan perang.
Tetapi misteri terbesar masih belum terpecahkan ‘bagaimana bisa kambing naik ke balkon lantai dua?’
Semua orang di gang memutar otak. Pak RT bilang mungkin Ucup adalah reinkarnasi dari seorang atlet parkour sedang Bu Tini menduga ada teleportasi kambing. Teori teori tersebut langsung ditolak Pak Rudi karenasangat tidak masuk akal. Ada juga yang bilang Ucup mungkin terbang naik ke atas karena terlalu banyak makan singkong fermentasi.
Sore harinya, Dimas cucu Bu Ratmi pulang sekolah dengan tas gendong miring dan wajah yang tampak tak berdosa.
“Dimas,” tanya Bu Ratmi dengan nada tajam. “Kamu tahu nggak gimana caranya kambing itu bisa ada di balkon?”
Dimas hanya garuk-garuk kepala. “Itu… Dimas yang naikkin, Mbah.”
“APA?!”
“Iya, Dimas tadi malem takut mbah makanya pengen ada yang nemenin. Tapi Ayah dengkurnya kayak traktor, jadi Dimas pilih Ucup.”
“Terus kamu naikkin pake apa? Helikopter?”
“Enggak, pake tangga lipat yang di gudang.”
Bu Ratmi memijat pelipisnya. Rasanya tekanan darah naik lima strip.
“Dimas… itu balkon lantai dua. Ucup itu kambing, bukan Spiderman!”
Dimas cuma nyengir. “Tapi dia nurut kok, Mbah. Cuma agak susah belok ke kanan.”
Malamnya, Ucup sudah kembali di kandang halaman belakang, dengan ekspresi sedikit kecewa karena tidak bisa rebahan di kasur lagi. Sementara Dimas diinterogasi ayahnya, ia diperintahkan ayahnya untuk menulis surat permintaan maaf pada seluruh RT, RW, dan kambing se-Indonesia.
Tapi keesokan malam, Bu Ratmi mendengar suara lirih dari luar jendela.
“Cup… besok malam kita coba naik lewat pohon mangga, ya. Tapi jangan gigit ranting, nanti ketahuan.”
Sejak kejadian itu, RT 04 RW 02 menetapkan aturan baru “Dilarang mengangkat kambing ke lantai dua atau lebih, kecuali dalam kondisi darurat atau syuting sinetron.”
Ucup menjadi legenda di kampung. Bahkan saat lomba Agustusan, ada lomba “Kambing Fashion Show” khusus untuk menghormati jasanya. Ucup tampil dengan jas dan dasi kupu-kupu. Dimas bertugas sebagai manajer sekaligus perias.
Bu Ratmi? Ia kini menyimpan kunci gudang dan tangga lipat di kamar tidur, bersumpah tidak akan kecolongan lagi. Tapi siapa yang tahu? Mungkin malam ini Ucup sedang latihan panjat pohon di belakang rumah. Siapa tahu?