CerpenSastra

Kebiasaan di Malam Jumat Kliwon

Oleh: Laras Novita Ardani

Di sebuah desa bernama Desa Kedung, malam jumat kliwon selalu menjadi malam yang ditunggu. Di desa lain malam Jumat Kliwon selalu menjadi malam yang menakutkan, berbeda dengan Desa Kedung malam Jumat Kliwon selalu dinanti oleh penduduknya. Pasalnya, setiap malam Jumat Kliwon ada salah satu penduduk yang selalu bikin heboh desa, sebut saya Pak Wahdi. Pak Wahdi terkenal suka iseng kepada tetangganya, jika malam Jumat Kliwon warga selalu menunggu gebrakan apa yang dilakukan Pak Wahdi malam Jumat Kliwon ini.
Malam Jumat Kliwon kali ini, Pak Wahdi mulai aksinya lagi. Dengan mukena berwarna putih milik istrinya, Pak Wahdi siap membuat geger warga desa. Target pertama ialah anak-anak kecil pulang ngaji, Pak Wahdi yang sudah berdiri di bawah pohon pisang siap mengejutkan anak-anak yang sedang pulang ngaji. Ketika anak-anak berjalan melewati pohon pisang, Pak Wahdi berpura-pura untuk menangis dan anak-anak pun berlari ketakutan. “Hahaha gitu aja takut, padahal ya sudah biasa tak takutin kok masih lari terbirit-birit,” gumam Pak Wahdi.
Target kedua Pak Carik, seorang pria yang sudah berumur sedang duduk santai di depan rumahnya. Tiba-tiba dari belakang rumah, Pak Wahdi muncul sambil tertawa bak kuntilanak. Bukannya ketakutan, Pak Carik malah kembali lanjut menyeruput kopi hitamnya.
“Apa to Wahdi Wahdi, suara ketawamu itu lho kaya kucing kejepit”, ujar Pak Carik.
“Lahhh, kok tau kalau aku Wahdi, pak?”, jawab Pak Wahdi.
“Halah siapa lagi kalau bukan kau Wahdi yang selalu bikin ulah di malam Jumat Kliwon”, ujar Pak Carik
“HAHAHAHA iya juga ya”, jawab Pak Wahdi sambil tertawa terbahak-bahak.
Pak Wahdi langsung kabur dengan cepat. Bukannya berhenti iseng, Pak Wahdi malah pindah target ke Pak Supri, penjual gorengan di pertigaan desa. Pak supri terkenal sangat penakut, bahkan ketika berjualan di malam Jumat Kliwon selalu ditemani oleh istrinya. Namun, kali ini sepertinya keberuntungan ada dipihak Pak Wahdi, istri Pak Supri sedang ada acara di masjid, jadi Pak Supri berjualan sendirian.
“Hai Supri, kenapa kau sendirian, hihihihi”, ujar Pak Wahdi sambil melompat ke depan muka Pak Supri.
“Apa kau Wahdi, setan mana yang menanyakan kabar. Pergi kau, sebelum ku pukul pakai sapu ini”, jawab Pak Supri dengan muka kesalnya.
Akhirnya Pak Wahdi berlari dengan sangat kencang, karena takut babak belur dipukul oleh Pak Supri.
Pak Wahdi masih belum menyerah, ia mencari target selanjutnya. Bu Siti adalah target keisengan Pak Wahdi selanjutnya. Bu Siti adalah ibu-ibu yang sudah berumur sekitar 60 an, Bu Siti tinggal sendirian karena suaminya sudah meninggal dan anak-anaknya sudah menikah. Kali ini Bu Siti sedang membuang sampah di depan rumahnya. Tiba-tiba Pak Wahdi muncul dari semak-semak sebelah tempat sampah Bu Siti.
“Hihihi, Sitii, hihihi, Sitii”, ujar Pak Wahdi dengan nada yang menakutkan.
Bukannya ketakutan, Bu Siti justru memukul Pak Wahdi dengan tempat sampah yang ada di pinggirnya.
“Oalah Wahdi, Wahdi. Pancen wong gemblung. Aku tu orang tua, nanti kalau kena sakit jantung gimana”, ujar Bu Siti sambil memukul keras Pak Wahdi dengan tempat sampah yang lumayan besar.
“Ampun bu, ampun. Aku iki cuma bercanda aja”, jawab Pak Wahdi sambil meringis kesakitan.
“Bercanda ada waktunya Wahdi Wahdi, liat jam itu sekarang sudah jam 11 malem, mbok ya iling to Wahdi Wahdi”, kata Bu Siti dengan muka yang sangat marah.
Akhirnya Pak Wahdi pulang ke rumah dengan badan sakit semuanya, karena kena pukul oleh Bu Siti. Namun, ia tetap tersenyum.
“Sampai jumpa malam Jumat Kliwon selanjutnya warga kampungku”, gumam Pak Wahdi sambil berjalan pulang ke rumah.
Keesokan harinya, seperti biasa warga kampung membicarakan tingkah Pak Wahdi. Bukannya marah, justru mereka tertawa melihat tingkah Pak Wahdi yang sangat usil. Di sisi lain, Pak Wahdi sedang memikirkan trik baru di malam Jumat Kliwon selanjutnya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button