Borobudur, Kabartemanggung.com – Desa Wanurejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang kembali menggelar perayaan akbar dalam rangka memperingati hari jadi desa yang ke-19. Acara karnaval budaya bertema “Hambabar Kidunge Simbah, Memetri Pitutur Luhur” ini berlangsung meriah pada malam Sabtu setelah magrib, dihadiri tidak hanya warga desa setempat tetapi juga masyarakat Magelang yang turut memeriahkan perayaan budaya ini pada Sabtu (24/05/2025)
Keistimewaan acara tahun ini terletak pada kepanitiaan yang melibatkan kolaborasi harmonis antara generasi tua dan muda. Para pemuda desa bahu-membahu dengan sesepuh dan orang tua dalam menyukseskan acara ini, mencerminkan semangat gotong royong yang masih mengakar kuat di Desa Wanurejo. Sinergi lintas generasi ini menjadi kunci kesuksesan penyelenggaraan karnaval yang spektakuler dan penuh makna.
Acara dimulai dengan pembukaan yang menawan melalui pertunjukan tari Gambyong dari Sanggar Omah Budur yang memukau mata penonton. Gerakan lemah gemulai para penari berhasil menciptakan suasana magis yang membawa hadirin merasakan kekayaan budaya Jawa. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama, menciptakan rasa persatuan dan nasionalisme di antara seluruh peserta acara.
Kepala Desa Wanurejo, Bapak Edi Suryantono, memberikan sambutan yang menyentuh hati, menekankan pentingnya melestarikan budaya leluhur di tengah arus modernisasi. “Acara ini bukan sekadar perayaan, tetapi momentum untuk mengingatkan kita semua akan kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang,” ujar Bapak Edi dalam sambutannya.
Naila, selaku panitia kegiatan, membacakan narasi sejarah Desa Wanurejo yang membanggakan. Desa ini merupakan desa tertua di kawasan Magelang yang dahulu bernama Wonorejo, merupakan bagian dari wilayah Keraton Yogyakarta. Dalam narasi yang menyentuh, dijelaskan bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono II memberikan bumi perdikan kepada putranya BPH Tejo Kusumo dengan misi mulia menjaga bumi pertiwi, terutama Candi Borobudur dari ancaman penjajah Belanda.
Warisan sejarah yang mulia ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Desa Wanurejo dan memberikan makna mendalam pada tema “Hambabar Kidunge Simbah, Memetri Pitutur Luhur” yang mengajak masyarakat untuk mendengarkan dan meneladani ajaran luhur para leluhur.
Puncak acara adalah parade karnaval yang menampilkan kreativitas luar biasa dari sembilan dusun di Desa Wanurejo. Setiap dusun – Tingal Kulon, Soropodan, Tingal Wetan, Beijen, Ngentak, Jowahan, Brojo Nalan, Barepan, dan Gedongan – menampilkan properti menarik berupa replika peninggalan leluhur yang dibuat dengan penuh kreativitas dan dedikasi.
Para peserta karnaval mengenakan kostum tradisional yang memukau dan membawa berbagai properti simbolis yang merepresentasikan kekayaan budaya dan sejarah desa. Mulai dari replika candi miniatur, gamelan tradisional, hingga berbagai artefak budaya Jawa yang dibuat dengan detail menawan. Setiap dusun menampilkan keunikan dan ciri khasnya masing-masing, menciptakan parade budaya yang beragam namun tetap satu dalam semangat pelestarian tradisi.
Kehadiran masyarakat Magelang dari berbagai daerah turut memperkaya suasana perayaan ini. Mereka tidak hanya datang sebagai penonton, tetapi ikut merasakan dan menghayati kekayaan budaya yang ditampilkan. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Wanurejo berhasil menjadi magnet budaya yang menarik perhatian masyarakat luas untuk ikut melestarikan tradisi lokal.
Acara yang berlangsung hingga larut malam ini menjadi bukti nyata bahwa semangat pelestarian budaya masih berkobar di hati masyarakat. Melalui karnaval ini, nilai-nilai luhur leluhur tidak hanya dikenang tetapi juga dihidupkan kembali dalam bentuk yang menarik dan relevan dengan zaman.
Perayaan hari jadi Desa Wanurejo ke-19 ini menjadi momentum penting dalam memperkuat identitas budaya dan mempererat tali silaturahmi antar warga, sekaligus memperkenalkan kekayaan tradisi kepada generasi muda agar tetap mencintai dan melestarikan warisan leluhur yang tak ternilai harganya. (KT44/Fitria Agustin Indah Yulianti).