CerpenSastra

Ketukan dari Kamar Kosong

Oleh : Ratna Sari

Di sebuah desa kecil dengan suasana yang tenang, tinggal seorang gadis cantik bernama Rani yang hidup bersama neneknya. Rumah mereka sederhana, tetapi cukup nyaman untuk ditinggali. Di rumah itu, ada satu kamar yang selalu terkunci. Nenek Rani bilang, kamar itu kosong dan tidak boleh dibuka. Karena jiwa penasaran Rani sangat tinggi, ia bertanya kepada neneknya.
“Kenapa tidak boleh dibuka, Nek?” tanya Rani suatu hari.
“Sudah lama tidak dipakai. Banyak debunya,” jawab nenek singkat.
Tapi malam-malam belakangan ini. Rani sering merasa resah, ia mendengar suara ketukan dari dalam kamar itu.
Tok… tok… tok… Suaranya pelan, tapi jelas terdengar di tengah malam sunyi tanpa bunyi apapun yang menghiasi.
Rani sempat bertanya ke nenek, tapi nenek hanya menjawab, “Mungkin tikus.”
Suatu malam, rasa penasaran Rani mengalahkan rasa takutnya. Saat nenek sudah tertidur, ia mengambil kunci yang tergantung di dapur. Dengan tangan gemetar, dia membuka pintu kamar itu perlahan.
Ruangan itu gelap dan berdebu. Tapi di tengah ruangan, ada sebuah kursi goyang yang bergerak sendiri. Di atasnya, duduk seorang wanita tua berambut panjang, wajahnya pucat, matanya hitam legam. Ia menatap Rani dengan senyum aneh.
“Kau akhirnya datang…” bisik wanita itu pelan.
Rani mundur perlahan, tubuhnya gemetar hebat. Tapi sebelum sempat menutup pintu, kursi itu berhenti bergoyang. Wanita itu hilang. Hanya suara ketukan yang kembali terdengar.
Tok… tok… tok…
Sejak malam itu, Rani tak pernah berani mendekati kamar itu lagi. Tapi suara ketukan makin hari semakin sering terdengar, kadang lebih keras, kadang disertai bisikan samar yang membuat buku kuduk merinding.
Suatu malam, saat hujan deras mengguyur desa, listrik mati. Rumah rumah di desa menjadi gelap gulita. Rani mencari lilin di dapur, tapi saat dia menyalakannya—ia mendengar suara yang sangat dekat:
Tok… tok… tok…
Tapi kali ini bukan dari kamar yang terkunci.
Ketukan itu datang dari belakangnya.
Rani membalik badan cepat. Tak ada siapa-siapa. Hanya lorong gelap menuju ruang tamu. Jantungnya berdetak kencang dug.. dug.. dug…
karena semakin merinding, Ia kembali ke kamar dan mengunci pintu.
Beberapa menit kemudian, suara ketukan kembali terdengar. Tapi kini, dari balik pintu kamarnya sendiri.
Tok… tok… tok…
“Rani… buka pintunya…”
Rani paham betul, itu suara neneknya.
Dengan langkah kaki gemetar, Rani membuka pintu. Tapi tidak ada siapa pun. Lorong itu kosong. Dan kamarnya menjadi dingin, seolah angin masuk bersamaan dengan bayangan hitam yang melintas begitu cepat.
Keesokan paginya, Rani mencari sang nenek. Tapi tidak ada tanda tanda keberadaan neneknya, tidak ada di kamar, tidak di dapur, tidak di mana pun. Yang ada hanya satu hal aneh—pintu kamar kosong itu kini terbuka lebar.
Dan di dalamnya, ada kursi goyang yang bergerak perlahan.
kriettt….kriett….
Di atasnya, duduk nenek Rani. Wajahnya pucat, matanya hitam legam. Sama seperti wanita yang dulu dilihat Rani di sana.
“Akhirnya… kita bisa bersama di sini…” bisik nenek dengan suara yang bukan ciri khas dari suara neneknya.
Rani menjerit. Ia pingsan tak sadarkan diri. Tubuhnya ambruk, tapi dialam bawah sadarnya ia selalu mendengar bunyi
Tok… tok… tok

Artikel Terkait

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga
Close
Back to top button