Profil

Kisah Inspiratif Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang Harus Dikenang

Kabartemanggung.com – Salah satu pahlawan nasional yang namanya jarang didengar dan mengagaskan ide negara Republik Indonesia untuk pertama kalinya, Ibrahim Datuk Sutan Malaka atau dikenal sebagai Tan Malaka lahir dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur pada tanggal 2 Juni 1897 di Suliki, Sumatera Barat. Tan Malaka muda mengenyam bangku pendidikan di Kweekschool (Sekolah Pendidikan) yang berada di Bukittinggi. Kemudian pada tahun 1913, melanjutkan studi ke Rijkskweekschool di Harleem, Belanda.

Selesai mengenyam bangku pendidikan di Rijkskweekschool, Tan Malaka dengan pengetahuannya kembali ke Indonesia dan membagi ilmunya dengan memulai perjalanan menjadi seorang pendidik yang mengajarkan Bahasa Melayu. Interaksinya sebagai pendidik bersama masyarakat inilah beliau menemukan ketimpangan akibat keotoriteran penjajah kala itu. Nuraninya terketuk untuk berusaha menentang kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang merugikan penduduk pribumi.

Rasa tidak sukanya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan penjajah bukanlah sebuah angan-angan untuk Tan Malaka, dirinya menunjukkan dengan tindakan nyata yaitu melakukan pemberontakan pada pihak kolonialisme Belanda. Oleh karena itu, tidak heran seorang Tan Malaka menjadi seorang buronan dan bersembunyi dengan nama samaran, menjelajahi berbagai negara, hingga bekerja sebagai seorang tukang ketik yang justru melahirkan mahakarya berjudul “Naar de Republiek Indonesia” yang berisi konsep bangsa Indonesia dan mengantarkannya pada julukan Bapak Republik Indonesia (the true founding father of Indonesia).

Pada waktu berakhirnya tahun 1945, setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan. Belanda kembali hadir melakukan agresi militer dengan menunggangi sekutu yaitu Inggris untuk menguasai kembali Indonesia. Namun, pemerintahan Sjahrir dan Soekarno yang memilih jalan diplomasi membuat seorang Tan Malaka geram dengan keputusan itu, karena dirinya menilai bahwa pemerintahan masih berada dalam bayang-bayang Belanda. Kekecewaannya terhadap keputusan Sjahrir membuat dirinya dan para pendukungnya membentuk kelompok Persatuan Perjuangan dan mengadakan kongres untuk pertama kalinya bersama Jenderal Soedirman. Di kongres tersebut mereka berseru lebih baik dibunuh daripada merdeka tetapi tidak sepenuhnya.

Singkat cerita, tahun 1948 tepatnya 12 November seorang Tan Malaka dan kelompoknya memulai operasi bawah tanah di Kediri dengan menjumpai prajurit TNI dan para petinggi politik mengakibatkan dirinya menjadi buronan tidak hanya luar negeri tetapi juga negerinya sendiri. Perjuangan bersama kelompoknya harus berhenti pada 19 Februari 1949 karena dianggap berpaham komunis. Tan Malaka beserta pengikutnya ditangkap oleh Letnan Dua Sukoco dari Batalyon Sikatan Divisi Brawijaya di Kediri, Jawa Timur. Kemudian dieksekusi mati dengan cara ditembak oleh bangsa sendiri, dan jasad Tan Malaka dimakamkan di Selopanggung, Kediri. Kemudian dipindahkan ke Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. (KT44/Dewi).

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button