ArtikelOpini

Krisis Literasi dan Tantangan Digitalisasi

Oleh Riska Meliyana

Membaca merupakan aktivitas fundamental dalam kehidupan manusia yang melibatkan proses memahami, menganalisis, dan menginterpretasi informasi tertulis. Membaca bukan sekadar mengidentifikasi huruf dan kata, melainkan sebuah keterampilan kognitif yang memungkinkan individu untuk mengeksplorasi pengetahuan, menumbuhkan pemikiran kritis, dan memperluas wawasan.

Aktivitas ini tidak hanya penting dalam konteks akademik, tetapi juga dapat menjadi landasan dalam pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks yang lebih luas, membaca juga dapat berfungsi sebagai jembatan untuk memahami budaya, sejarah, dan pandangan dunia yang berbeda, sehingga memperkaya cara pandang seseorang terhadap kehidupan.

Di era digital yang terus berkembang, budaya membaca di Indonesia menghadapi tantangan besar. Meskipun akses terhadap informasi semakin mudah, minat membaca masayarakat Indonesia justru tergolong rendah. Hal ini terlihat dari berbagai survei yang menjunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu dengan media sosial atau platform hiburan instan dibandingkan membaca buku atau literatur mendalam. Melihat fenomena ini, apakah digitalisasi menjadi solusi atau justru ancaman bagi perkembangan budaya literasi di Indonesia?

Minat baca masyarakat Indonesia sering kali menjadi sorotan. Berdasarkan hasil survei Programme for Internasional Students Assessment (PISA), Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara dalam hal minat baca. Data tersebut menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih berada pada tingkat yang memprihatinkan. Tak jarang orang salah memahami literasi hanya sebatas kemampuan membaca atau melek huruf, padahal literasi melibatkan proses visualisasi di otak, merekam informasi, dan mencerna tulisan untuk memahami makna dan pesan yang terkandung dalam rangkaian kata tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, mulai dari sarana dan prasarana yang kurang memadai, peran keluarga dan pendidikan, serta banyak faktor lain yang ada di baliknya.

Dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Finlandia atau Jepang, masyarakat Indonesia belum menjadikan membaca sebagai bagian integral dalam kehidupan sehari-hari. Di samping hal tersebut, digitalisasi memberikan dampak yang beragam terhadap budaya membaca di Indonesia.
Digitalisasi, memberikan peluang besar dengan menyediakan kemudahan akses terhadap bahan bacaan melalui e-book, artikel online, dan banyaknya platform edukasi.

Komunitas literasi digital di sosial media juga menjadi angin segar untuk mendorong budaya membaca dengan cara yang lebih menarik dengan mengikuti trend. Namun, di sisi lain, digitalisasi juga membawa ancaman yang tidak bisa diabaikan. Dominasi konten instan, seperti video pendek yang banyak tersebar di media sosial telah menggantikan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk membaca literatur yang lebih mendalam.

Media sosial, meskipun menjadi sumber informasi, tak jarang mendorong masyarakat untuk mengonsumsi informasi secara superfisial tanpa analisis kritis. Selain itu, rendahnya literasi digital dapat menyebabkan masyarakat Indonesia rentan terhadap hoaks dan misinformasi yang tersebar dengan cepat di platform digital.

Melihat fenomena tersebut, perlu adanya upaya kolektif dari berbagai pihak. Pemerintah dan komunitas literasi perlu berperan aktif dengan memberikan motivasi dan memperkuat budaya membaca, meningkatkan fasilitas, menyediakan akses pada bahan bacaan berkualitas, serta menciptakan lingkungun yang mendukung. Kampanye literasi yang memanfaatkan platform digital harus dirancang semenarik mungkin untuk menarik minat generasi muda.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui video edukatif, atau tantangan membaca di sosial media yang tetap relevan dengan tren yang berlangsung. Selain itu, pendidikan literasi sejak dini juga menjadi hal yang penting. Di sini peran keluarga diperlukan untuk membekali anak-anak dengan kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan menyaring informasi melalui kebiasaan membaca, agar mereka dapat lebih siap dalam menghadapi era digital.

Digitalisasi memang memberikan peluang besar dalam memperbarui budaya literasi di Indonesia menjadi lebih inklusif dan mudah diakses. Namun, tanpa pendekatan yang tepat, digitalisasi juga dapat memperburuk rendahnya budaya membaca. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya, baik dari individu, maupun pihak lain seperti keluarga, lembaga pendidikan, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem literasi yang mendukung perkembangan intelektual dan pemikiran kritis masyarakat Indonesia di era digital. Perlu dipahami bahwa literasi lebih dari sekadar alat untuk membaca, melainkan fondasi untuk menciptakan masyarakat yang lebih kritis, dan siap menghadapi masa depan.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button