CerpenSastra

Langkah Kecil Aldo

Oleh : Khansa Aisyatul Nabilla

Kabartemanggung.com – Aldo duduk dengan tubuh sedikit membungkuk di bangku taman, memandangi daun-daun yang jatuh perlahan di musim gugur. Setiap kali daun jatuh, ia merasa seperti ada bagian dari dirinya yang hilang. berpindah sekolah bukanlah keputusan mudah. Selama bertahun-tahun, ia terbiasa dengan teman-teman yang sudah dikenal, guru-guru yang ramah, dan lingkungan yang nyaman. Namun, segala kenyamanan itu berubah saat orang tuanya memutuskan untuk pindah ke kota baru, sebuah kota yang lebih besar dengan sekolah yang lebih modern dan lebih kompetitif.

Di sekolah baru itu, Aldo merasa seperti orang asing. Teman-temannya tampak lebih pintar, lebih populer, dan lebih percaya diri. Setiap hari ia merasa terasingkan , seolah-olah ia tidak memiliki tempat di antara mereka. Ia selalu duduk di bangku paling belakang, tidak pernah ikut bergabung dalam percakapan, dan lebih suka menjadi pengamat daripada ikut serta. Baginya, menjadi orang asing di sekolah itu lebih nyaman daripada mencoba berbicara dan menonjol.

Artikel Terkait

Pada hari pertama di kelas baru, ia duduk di bangku belakang, mencoba menghindari perhatian. Namun, guru Bahasa Indonesia, Bu Lilis, sepertinya punya cara untuk membuat semua siswa aktif berpartisipasi. Hari itu, ia memutuskan untuk memanggil setiap siswa maju ke depan dan menulis di papan tulis. Ketika nama ‘Aldo’ dipanggil, hatinya langsung berdegup kencang.

“Aldo, bisa bantu tuliskan kalimat tentang tema persahabatan di papan tulis?” tanya Bu Lilis dengan suara ramah.

Aldo merasa tubuhnya tiba-tiba berat. Tangan dan kakinya gemetar. Maju ke depan, berdiri di depan kelas yang penuh dengan mata yang tertuju padanya, adalah salah satu hal yang paling menakutkan baginya. Ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri, dan perlahan-lahan berjalan ke depan kelas. Saat ia menerima kapur, ia menyadari bahwa seluruh kelas menatapnya. Namun, entah kenapa, dalam ketegangan itu, ia merasa seperti ada sesuatu yang berubah.

Di luar ekspektasi, tangan Aldo mulai menulis dengan cepat, menyusun kalimat-kalimat tentang persahabatan yang tidak hanya sekadar definisi, tetapi juga perasaan yang tulus dan penuh arti. Kalimat demi kalimat terukir dengan lancar di papan tulis. Tiba-tiba, suasana hening. Semua mata tertuju pada tulisannya, bahkan Bu Lilis tampak terkesima.

Ketika Aldo selesai, ia segera kembali ke bangkunya dengan rasa malu. Tapi, alih-alih mendapat cemoohan, Bu Lilis berkata dengan senyuman hangat, “Aldo, tulisanmu sangat bagus. Kamu memiliki bakat menulis. Jangan ragu untuk menunjukkan itu.”

Aldo terkejut, ia tidak menyangka bahwa kata-kata sederhana itu bisa memberi kepercayaan diri yang begitu besar. Sejak saat itu, ia mulai merasa ada yang berbeda dalam dirinya. Tentu saja, ia masih merasa canggung di sekolah baru, tetapi setidaknya ia tahu bahwa ia punya sesuatu yang bisa ia banggakan kemampuannya dalam menulis.

Hari-hari berlalu, dan meskipun masih merasa tidak sepenuhnya diterima, Aldo mulai mengubah sikapnya. Ia tidak lagi menutup diri. Ia mulai menulis di buku hariannya lebih sering, menulis cerita-cerita pendek dan puisi yang mencerminkan apa yang ia rasakan. Menulis menjadi semacam pelarian, di mana ia bisa mengekspresikan perasaannya tanpa takut dihakimi. Ia merasa tulisan-tulisannya berbicara lebih banyak tentang dirinya daripada kata-kata yang ia keluarkan.

Suatu hari, ketika Bu Lilis mengumumkan bahwa sekolah akan mengadakan lomba menulis cerita pendek, Aldo merasa hatinya berdebar. Ia belum pernah mengikuti lomba menulis sebelumnya. Namun, ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mencoba. Ia mulai menulis dengan semangat baru, menggunakan pengalaman-pengalaman yang ia alami di sekolah dan mengubahnya menjadi cerita yang penuh emosi dan makna.

Beberapa minggu kemudian, hasil lomba diumumkan. Ternyata, Aldo keluar sebagai pemenang pertama. Ketika nama Aldo dipanggil untuk naik ke panggung, ia merasa seluruh dunia melihatnya. Saat ia menerima penghargaan, ia menyadari bahwa ini bukan hanya tentang memenangkan lomba. Ini adalah kemenangan pribadinyasebuah bukti bahwa ia mampu mengatasi ketakutannya, mengubah rasa canggung menjadi kesempatan, dan menemukan bagian dari dirinya yang selama ini tersembunyi.

Kemenangan itu membuka jalan baru bagi Aldo. Ia mulai melibatkan dirinya dalam kegiatan-kegiatan di sekolah. Aldo tidak lagi duduk di bangku belakang, ia ikut bergabung dalam diskusi kelas dan bahkan berbicara di depan kelas dengan penuh percaya diri. Ketika ia berbicara, ia merasa suaranya bukan hanya suara yang terdengar, tetapi suara yang berharga.

Beberapa bulan setelah kemenangan itu, Aldo kembali duduk di bangku taman yang sama, merenung. Di balik semua pencapaian itu, ia merasa satu hal yang lebih penting ‘ia telah berubah’. Perubahan itu tidak datang dalam bentuk hasil yang langsung terlihat, tetapi dalam cara ia melihat dirinya sendiri. Aldo tidak lagi merasa asing di sekolahnya, karena ia telah menerima dirinya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dia tahu bahwa perjalanan masih panjang, tetapi kini ia memiliki keyakinan untuk menghadapinya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button