
Oleh: Cholifia Nurchaliza
Namaku Lia Maharani, Aku adalah wanita sederhana yang bertempat tinggal di sebuah Desa yang bernama Pringsari Kabupaten Semarang. Aku termasuk anak desa yang cukup dikenali oleh sedikit kenakalanku. Namun, dibalik orang mengenal aku dengan kenakalan aku sangat suka berkegiatan dalam lingkungan masyarakat. Aku mengikuti organisasi karang taruna dalam desaku. Bukan maksud lain dengan alasan aku menyukai salah satu laki-laki dalam organisasi tersebut. Bernama Taftian yang rumahnya juga tak kalah jauh dari rumahku.
Malam ini dengan angin yang menggoyangkan pohon-pohon beserta daunnya saat maghrib menjelang, aku berjalan menyusuri jalanan untuk menuju ke tempat biasa untuk melakukan rapat organisasi karang taruna. Dengan semangatnya aku yang berdandan dan mengenakan sebuah baju yang berwarna putih untuk bisa mendapatkan sebuah lirikan pandangan dari dia. Malam yang selalu aku tunggu-tunggu agar bisa dekat dengannya. Lima belas menit setelah aku sampai, dia dengan kemejanya kotak-kotak dan mengenakan sarung datang dan yahh dia duduk di sebelahku.
Taftian : “Aku duduk sini ya kosong kan?”
Lia : “Iya kosong silahkan.”
Taftian : “Kamu cantik mengenakan baju putih ini.”
Kalimat pujian yang dia ucapkan terkesan sederhana namun membuat aku yang salah tingkah dengan pipi yang merah merona. Rapat pun dimulai dengan semua anggota yang mulai hening satu per satu. Setelahnya tepat pukul 22.00 malam, selesai rapat berlangsung Taftian yang mengajak aku sebelum pulang untuk pergi ke sebuah warung bakso. Tanpa bicara lama kita langsung menuju tempatnya dengan motor beatnya aku membonceng. Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sudah lama kita mengobrol dan dia pun mengantarkan aku pulang dengan kalimat yang keluar dari bibir manisnya dia ucapkan kepada ku “Selamat tidur Lia, besok aku mau mengajak kamu ke sebuah taman yang sangat indah pemandangannya”
Keesokan harinya dengan hati yang bergunga-bunga aku bergegas mandi dan siap-siap untuk dijemputnya. Selama perjalanan menuju taman tak henti kita bercanda. Setelah sampai tak lupa kita foto-foto yang bahkan seperti sepasang kekasih. Tak di sangka saat sebelum pulang dia dengan sengaja menyuruhku untuk tutup mata.
Taftian : “Buka matamu, maukah kamu menjadi kekasih ku?”(sambi disodorkannya sebuah
buket bunga warna merah)
Lia : “Aku tidak bisa untuk menolaknya, ya aku mau.”
Taftian : “Tepat tanggal 27 Juni ini kita jadian, maaf telah membuatmu menunggu selama
Ini.”
Lia : “Iya dan terimakasih telah memberanikan keberanian kamu untuk mengatakan cinta
padaku.”
Taftian : “Aku janji akan menjadikanmu satu-satunya, dan aku janji membuatmu bahagia.”
Betapa berdebar sangat kencang bagai guncangan sebuah gempa jantungku mendengar kalimat itu. Setelah penantianku yang terbilang sangat lama karena aku dan dia sudah mulai dekat dari tahun 2017 yang keduanya tidak ada yang berani mengungkapkan perasaan masing-masing. Dengan alasan pada waktu itu kita masih mempunyai pasangan kekasih masing-masing. Ditatapnya kembali mataku, lalu digandengnya tanganku, berjalan kaki dengan sangat lambat untuk menikmati kebahagiaan kita berdua yang resmi berpacaran. Siang keindahan telah usai dan waktu terlihat semakin sore aku yang diantarnya sampai depan rumah. Setelahnya tersirat sebuah rindu dan bayangan dalam pikiranku.
Hari-hari kita jalani sebagai sepasang kekasih. Sampai tak terasa waktu berjalan begitu cepat, tepat satu tahun hubungan kita. Dengan langkah gemulai tiba-tiba Taftian menghampiri aku yang sedang terduduk di depan kelas Sekolah dengan tanpa basa basinya dia mengajak aku untuk ke taman sekolah. Dia melontarkan sebuah kalimat yang sangat membuatku terkejut.
Taftian : “Kayaknya kita sudahin aja deh hubungan ini.”
Lia : “Apa maksudmu mengatakan seperti itu? Apa aku ada salah?”
Taftian : “Engga kok kamu ga salah sama sekali, kamu mungkin terlalu baik buat aku.”
Lia : “Aku hanya ingin tahu alasan kamu apa.” (Ucap aku dengan nada sedih dan mata yang
Berkaca-kaca)
Belum sempat dia menjawab, bel sekolah telah berbunyi dan dia langsung meninggalkan aku begitu saja. Tentu saja aku selalu kepikiran mengapa dia memutuskanku secara sepihak tanpa mengatakan alasannya apa. Aku tak menyerah, aku harus berusaha mencari tahu alasannya apa. Mungkin setelah aku tahu aku akan menerima keputusannya. Kemudian aku mengingat kejadian di memori otak yang pada minggu lalu dengan tidak sengaja aku melihat dia berboncengan dengan wanita lain di sekolah. Namun pada saat itu aku hanya memikirkan bahwa itu mungkin temannya. Sebelumnya, aku berpikir semua baik-baik saja dan keesokan harinya seakan dunia akan berputas dalam kondisi yang normal seperti biasanya. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa alasan dia memutuskan hubungan secara sepihak karena dia telah menemukan wanita yang mungkin menurutnya lebih dari aku.
Menurutku sebulan pertama rasa menjalin hubungan dengannya bagai taman bunga yang mekar. Tiga bulan berikutnya rasa dunia milik berdua. Dan menginjak satu tahun mungkin harus lebih untuk tidak bergantung pada jatuh cinta. Karena cinta ya tak selamanya indah. Mungkin cinta indah bila kita jatuh cinta pada orang yang tepat. Ternyata lebih mudah mengatakan putus dengan sekejab dari pada mengungkapkan cinta dari bulan demi bulan aku menunggunya. Tidak ada hal yang lebih menjijikan dari pada seorang lelaki yang tidak cukup dengan satu wanita.