Oleh: Yafika Aribah
Di desa kecil yang terletak di lereng lembah, ada seorang pelukis tua bernama Pak Alang. Karya-karya lukisannya yang menakjubkan sudah terkenal hingga ke luar kota bahkan di beberapa negara tetangga. Lukisan Pak Alang bukan hanya sekadar goresan kuas, tetapi orang-orang percaya bahwa lukisan Pak Alang bisa “hidup”.
“Pak Alang, gimana caranya kok lukisan bapak bisa terlihat seperti hidup?” tanya Beni, seorang remaja yang punya cita-cita jadi pelukis.
Pak Alang hanya tersenyum. “Ini bukan hanya soal kuas atau cat yang dipakai, lee. Rahasianya ada di hatimu.Jika kau melukis menggunakan hati, maka lukisanmu akan terlihat bernyawa.”
Meskipun begitu, Beni merasa tidak puas dengan jawaban Pak Alang. Kemudia, Beni mengintip ke studio kecil Pak Alang, untuk coba mencari tahu tentang rahasian dari lukisan-lukisan yang indah itu.
Suatu hari, hoki Beni terpakai untuk sebuah keberuntungan. Pak Alang masuk. “Beni kamu mau belajar melukis?” tanyanya.
“Tentu saja mau Pak!” seru Beni dengan penuh antusias.
Dengan senang hati Pak Alang mengangguk. “Baiklah, tapi sebelum mulai melukis ada satu syarat. Kamu harus melukis tentang apa yang sangat berarti bagimu.”
Beni pun mengangguk paham dan penuh semangat. Beni mulai melukis berbagai gambar, seperti pemandangan desa, bunga di taman, dan potret ibunya.”
Akan tetapi, tidak ada yang puas dengan hasil lukisannya.
Disuatu hari, Beni melihat gadis dengan rambut terurai berdiri di bawah pohon beringin yang tidak jauh dari sungai. Gadis itu bernama Lana, pendatang yang baru pindah desa.Beni terpikat dengan senyum manisnya dan mata indah yang penuh misteri. Beni pun tertarik untuk melukis wajah Lana. Hari demi hari Beni gunakan untuk menangkap setiap bayangan wajah Lana dengan detail ke dalam goresan kuasnya.
Akhirnya lukisan Beni pun selesai, dia membawa lukisan itu ke Pak Alang. “Ini pak lukisan saya sudah selesai, saya melukis seseorang yang berarti bagi saya.”
Pak Alang menatap lukisan itu dengan serius.Wajah Lana tampak begitu nyata, seolah-olah wajah itu dapat keluar dari kanvas. “Kau berhasil Beni, lukisan ini ada hati di dalamnya.”
Namun, disuatu malam keanehan mulai terjadi.Saat Beni terbangun dari tidurnya, dia mendengar ada suara perempuan memanggilnya dari arah ruang kerjanya. Ia mendapati Lana sedang berdiri di sana, tetapi bukan Lana yang asli, melainkan Lana yang ada di dalam lukisannya.
“Kau memanggil ku keluar dari lukisan ini,” suara lembut seperti bisik angin di malam hari.
Beni tertegun. “Bagaimana bisa kamu di situ?”
Lana tersenyum tipis. “Lukisanmu lebih dari sekadar goresan kuas dan cat, tetapi kamu memasukan sebagian jiwamu di situ. Itulah yang membuat lukisan itu hidup.”
Sejak kejadian malam itu, Lana sering muncul dari lukisan untuk menemani Beni. Mereka mengobrol hingga larut malam, membahas berbagai hal, hingga bercerita tentang hal-hal rahasia yang belum pernah Beni ceritakan pada siapapun. Akan tetapi, lama-lama ada suatu hal yang mengganjal di hati Beni.
“Lana apakah kamu bahagia berada di luar lukisan seperti ini?” tanya Beni disuatu malam.
Lana menatap Beni dengan mata sendu. “Dunia ini memang bukan duniaku Beni. Aku hanya bayang-bayang dari lukisanmu, jadi suatu saat kamu juga harus bisa melepasku.”
Sebenarnya Beni tak sanggup jika hal itu terjadi. Kerena lukisan itu sangat berarti bagi Beni. Namun, seiring waktu, Beni mulai menyadari bahwa ini memang bukan dunianya dan kehadiran Lana juga membuat Beni membatasi aktivitasnya. Beni tak lagi bisa melukis apa pun selain Lana. Inspirasi yang dulu banyak dimilikinya, sekarang mulai pudar.
Akhirnya dengan berat hati, Beni membakar lulisan itu.Luapan api membakar setiap goresan kuas di kanvas yang penuh cinta. Hingga di detik terakhir nyala api membakar, Beni melihat senyum Lana untuk terakhir kalinya yang menyimpan rasa terima kasih.
Besok hari, Beni kembali ke studio Pak Alang. “Saya sidah kehilangan sesuatu yang berarti bagi saya, pak.”
Pak Alang menepuk-nepuk bahu Beni. “Itulah yang dinamakan pelajar terpenting lee. Seni itu bukan tentang memiliki sepenuhnya, tetapi tentang melepaskan dengan ikhlas sepenuh hati.”
Sejak kejadian itu, kini Beni sudah mulai melukis banyak hal, lebih memiliki kebebasan, dan lukisan Beni terlihat lebih hidup dari sebelumnya. Setiap tahap terakhir Beni menyelesaikan karyanya, dia tersenyum kecil, seoalah-olah mendengar bisikan lembut suara Lana dari angin yang berhembus