
Oleh: Riska Meliyana
Fenomena “Married is scary” pasti sudah tidak asing lagi bagi kalian para generasi muda. Belakangan, istilah ini semakin sering menjadi topik pembicaraan, terutama di kalangan generasi muda. Fenomena ini menggambarkan rasa takut dan keraguan yang dirasakan banyak anak muda saat menghadapi pernikahan. Menariknya lagi, tren “Married is scary” ini disebut lebih banyak diikuti oleh perempuan daripada laki-laki. Banyak perempuan-perempuan yang membagikan kekhawatiran mereka mengenai pernikahan di sosial media.
Bagi sebagian orang, pernikahan kini bukan lagi menjadi suatu tujuan hidup yang perlu diwujudkan, melainkan sebuah pilihan. Rasa takut terhadap pernikahan juga bukan tanpa alasan, karena pernikahan memang membawa perubahan besar yang melibatkan komitmen jangka pajang, tanggung jawab baru, dan adaptasi terhadap banyak hal.
Ketakutan ini semakin diperkuat dengan berbagai realitas yang sering terjadi dalam hubungan pernikahan, seperti konflik berkepanjangan, risiko ketidakharmonisan, hingga berbagai alasan lainnya yang kerap menjadi bayang-bayang di pikiran generasi muda.
Ada beberapa alasan umum mengapa seseorang merasa takut untuk menikah. Berikut adalah penjelasannya.
1. Angka Perceraian Memprihatinkan
Salah satu alasan utama mengapa pernikahan dianggap menakutkan adalah tingginya angka perceraian yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Melansir dari website Mahkamah Agung Republik Indonesia, angka perceraian di pertengahan tahun 2024 mencapai 16.889 kasus. Sedangkan di tahun 2023, jumlah kasus perceraian mencapai angka 463.654. Data tersebut menunjukkan bahwa setiap tahunnya ribuan pasangan memilih untuk berpisah karena berbagai alasan, seperti ketidakcocokan, masalah finansial, hingga kurangnya komunikasi yang sehat. Hal ini membuat banyak orang khawatir apakah pernikahan dapat bertahan di tengah tekanan hidup yang terus meningkat.
2. Marak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu faktor besar yang menimbulkan rasa takut terhadap pernikahan. KDRT, baik secara fisik maupun mental, seringkali menjadi cerita kelam yang menghantui banyak pasangan. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 28.798 kasus kekerasan dengan korban mayoritas adalah perempuan.
Maraknya kasus KDRT ini tidak hanya berdampak pada pasangan itu sendiri, tetapi juga dapat berdampak pada anak-anak yang menjadi saksi hubungan yang tidak sehat. Fenomena ini membuat generasi muda semakin waspada terhadap risiko yang bisa muncul dalam kehidupan pernikahan.
3. Perselingkuhan
Kasus perselingkuhan yang semakin sering terdengar, baik melalui sosial media maupun lingkungan sekitar, turut memengaruhi pandangan terhadap pernikahan. Kasus-kasus perselingkungan yang sering kali menjadi pemberitaan hangat di sosial media menambah kekhawatiran banyak orang akan rapuhnya kepercayaan dalam hubungan rumah tangga. Tidak hanya itu, banyaknya publik figur yang bercerai dan prosesnya disorot secara luas oleh media juga memperkuat stigma bahwa pernikahan sulit untuk dipertahankan.
Ketika kehidupan pribadi para selebritas dipublikasikan secara besar-besaran, masyarakat sering kali menyaksikan berbagai konflik, seperti ketidaksetiaan dan perceraian, yang memperburuk citra pernikahan.
4. Pengalaman Buruk dalam Rumah Tangga Orang Tua
Banyak generasi muda merasa takut menikah karena pengalaman mereka yang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis. Konflik antara oreng tua, seperti pertengkaran, perceraian, atau bahkan kekerasan, dapat meninggalkan trauma emosional. Hal ini membuat mereka ragu untuk membangun rumah tangga sendiri, karena khawatir akan mengulangi pola yang sama atau menghadapi kegagalan serupa.
Melihat berbagai alasan yang melatarbelakangi serta maraknya tren “married is scary”, bagaimaa sebaiknya kita menyikapinya?
Penting untuk memahami bahwa ketakutan terhadap pernikahan bukanlah hal yang salah, tetapi harus dikelola dengan lebih bijak agar tidak menjadi penghalang untuk membangun hubungan yang sehat.
Menyikapi tren ini, berikut adalah lima langkah yang bisa kamu coba untuk mengatasi perasaan “Marriage is Scary.”
1. Cari tahu Sumber Ketakutan
Untuk mengatasi rasa takut terhadap pernikahan, penting untuk memahami dari mana ketakutan itu berasal. Apakah itu berdasarkan pengalaman pribadi, pengaruh lingkungan, atau cerita orang lain. Dengan mengenali sumber ketakutan, kamu bisa lebih mudah menghadapinya dan mencari solusi yang tepat. Misalnya, jika ketakutan itu berasal dari melihat perceraian dalam keluarga, bicarakan perasaan tersebut dengan pasangan atau teman dekat untuk mendapatkan perspektif yang lebih sehat tentang pernikahan.
2. Fokus Pada Sisi Positif Pernikahan
Jangan hanya berfokus pada cerita negatif tentang pernikahan. Sebaliknya, alihkan perhatian dari rasa takut dengan memusatkan pikiran pada hal-hal positif yang bisa diperoleh dari pernikahan. Daripada terus membayangkan kemungkinan buruk, fokuslah pada manfaat dan kebahagiaan yang bisa kamu raih, seperti membangun keluarga yang harmonis, memiliki pasangan untuk saling melengkapi dan saling mendukung.
3. Berkomunikasi dengan Pasangan
Sebelum menikah, pastikan kamu dan pasangan memiliki komunikasi yang terbuka. Diskusikan tujuan, dan niai-nilai yang ingin kalian bangun bersama dalam pernikahan. Komunikasi yang baik akan membantu meminimalkan ketakutan dan meningkatkan rasa percaya.
4. Mempertimbangkan Konseling Pranikah
Konseling pranikah adalah langkah bijak untuk mempersiapkan diri menghadapi pernikahan. Konseling ini membantu pasangan memahami potensi konflik dan cara mengatasinya, sehingga rasa takut terhadap pernikahan bisa diminimalkan.