Mengenal Umpatan “Sikak” dan “Jidor” dalam Bahasa Temanggung
Kabartemanggung.com – Kabupaten Temanggung tidak hanya dikenal karena hasil tembakaunya, tetapi juga bahasa lokalnya yang unik. Salah satu umpatan bahasa Temanggungan yang khas adalah “sikak” dan “jidor“. Keduanya menjadi bagian khas dari kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, khususnya dalam percakapan dengan nuansa spontan dan emosional.
Umpatan “sikak” dan “jidor” yang biasa digunakan masyarakat sebagai ekspresi spontan, terutama pada saat muncuk emosi seperti rasa kesal atau kaget.
Kata “sikak” merupakan ekspresi untuk mengekspresikan rasa marah. Umpatan “sikak” sangat familiar bagi warga Temanggung, kata “sikak” juga berarti sialan atau kurang ajar. Umpatan ini memiliki nada ringan dan sering digunakan dalam situasi santai. Meskipun kata “sikak” termasuk dalam umpatan, “sikak” lebih menyerupai ekspresi spontan yang tidak selalu mengandung niat menghina. Contoh penggunaan kata “sikak”, “sikak kok nek dee ke, nonton jaranan ora ajek ajek, dudu konco nek samang”, yang memiliki makna “sialan kalau kamu, melihat pertunjukan kuda lumping kok gak ajak aku, bukan teman kalau kamu”.
Sementara itu, kata “jidor” memiliki arti masa bodoh, tidak penting, tidak ada urusan. Contoh penggunaan kata “jidor”, “jidor nyong raan ngurusi uripe samang”, yang memiliki makna “bodo amat aku ngga akan mengurusi hidup kamu lagi”.
Mesti kata “sikak” dan “jidor” terdengar kasar, umpatan ini merupakan bagian dari keunikan bahasa Temanggung. Penting bagi kita untuk memahami makna dan tujuan penggunaan dua kata tersebut agar tidak disalahartikan.
Kehadiran kata “sikak” dan “jidor” dalam percakapan sehari-hari masyarakat Temanggung menunjukan kekayaan bahasa lokal yang serat makna. Meskipun umpatan sering dipandang negatif, dalam konteks budaya kata-kata ini mencerminkan keunikan masyarakat Temanggung. (KT44/Laras Novita Ardani).