CerpenSastra

PILIH KASIH

Oleh: Cholifia Nurchaliza

​Namaku Arsyi, aku bertempat tinggal di Surabaya Bersama dengan orang tuaku. Aku memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Ara. Jarak umur kami hanya tiga tahun. Saat ini aku berumur 16 tahun sedangkan kakakku berumur 19 tahun. Kami sangat berbeda, kakakku sangat cantik dengan kulitnya yang putih bahkan seperti tanpa kekurangan. Sedangkan aku terlahir dengan kelainan mata yang buta alias tidak bisa melihat. Hal itulah yang membuat orang tuaku lebih menyayangi kakakku dibanding aku. Di mata mereka aku hanyalah beban, jauh dari kakakku yang selalu dibangga-banggakan.
​Aku sendiri tidak mau terlahir seperti ini, tapi ini sudah menjadi takdirku dan aku menerimanya. Berbeda dengan kedua orang tuaku yang tidak menerima aku apa adanya. Bahkan sampai saat ini aku tidak merasakah sekolah, aku hanya berdiam diri dirumah dengan segala perintah ayah dan ibuku. Sesekali aku pernah meminta untuk bersekolah seperti kakakku, tapi ayah dan ibu menolaknya. Menurut mereka jika aku sekolah hanya memalu-malukan dan menambah beban mereka.
​Aku tidak tahu, mengapa mereka sebegitunya dengan aku padahal aku juga anak kandung mereka tidak berbeda dengan kakakku. mengapa kakakku diperlakukan begitu baik tetapi aku diperlakukan begitu buruk. Suatu hari, tepat di tanggal 27 Mei, aku dan kakakku ulang tahun. kebetulan tanggal lahir kami sama.
Arsyi : “Ayah, ibu aku bolehkan jika aku meminta kado sepatu saja?”
Ayah : “Bua tapa kan kamu tidak sekolah, buang-buang uang saja.”
Ibu : “Iya Arsyi gausah banyak minta, toh kamu hanya dirumah.”
Ara : “Bagaimana kalau sepatu baruku buat Arsyi saja, aku masih ada kok.”
​Di sisi lain kakakku selalu membela aku, dia terlihat lebih peduli kepadaku dibanding ayah dan ibuku. Tetapi dihari itu, Ayah membelikan kakakku sebuah motor Scoopy sebagai hadiah ulang tahunnya, Bahkan tanpa dia meminta. Aku hanya bisa menangis di pojok kamar. Aku memang tidak bisa melihat, tetapi aku bisa mendengar dan merasakan kebahagiaan orang tuaku disaat memberikan kado tersebut. Mereka pikir aku hanya orang buta yang tidak memiliki perasaan.
​Waktu demi waktu berjalan tetapi sikap ayah dan ibu tidak ada perubahan. Suatu saat di hari Raya Idul Fitri semua keluarga berkunjung ke rumah, begitu sebaliknya. Kakakku dan orang tuaku berkunjung ke rumah nenek, tetapi aku ditinggal tanpa mereka ajak. Dimana kakakku bisa merasakan kehangatan keluarga, tetapi tidak dengan aku yang hanya merasakan hidup dengan penuh kesepian. Sepulang dari rumah nenek, aku diberi sebuah baju dari nenek yang di titipkan kepada kak Ara. Aku sangat merindukan nenek, dia adalah salah satu orang yang peduli dan mengerti akan perasaanku. Rumahku memang tidak jauh dari nenek, tetapi tidak mungkin aku pergi sendirian ke rumah nenek, dengan kondisiku yang tidak bisa melihat.
​Suatu hari, aku meminta kepada kak Ara untuk diantarkan ke rumah nenek disaat ayah dan ibu tidak ada di rumah. Kak Ara pun mengantarkan aku menggunakan sepedanya. Dan dia berjanji jika aku dimarahin ayah dan ibu akan membela aku.
Arsyi : “Assalamualaikum nek, ini Arsyi.”
Nenek : “Waalaikumsalam, Ya Allah Arsyi sudah lama nenek tidak melihatmu.”
Arsyi : “Nenek ingin rasanya aku menangis dalam pangkuan nenek, apakah boleh?”
Nenek : “Boleh cucuku sayang, ada apa cerita kepada nenek apa orang tuamu baik-baik saja?”
​Aku menangis tersendu-sendu dalam pangkuannya, aku menceritakan semuanya. Sebelumnya nenek pernah berbicara kepada ayah dan ibu tetapi itu tidak mempan. Pada akhirnya di hari itu nenek meninggalkan aku dirumahnya. Nenek menuju ke rumahku untuk mengambil aku agar tinggal bersamanya jika ayah dan ibu masih pilih kasih antara aku dan kakakku. Awalnya ayah dan ibu menolaknya, namun dengan kekeh nenek tetap memaksa. Mereka pun mengizinkan dengan syarat setiap minggu aku harus pulang kerumah.
​Di situlah hidupku mulai berwarna, aku sangat disayangi nenek. Nenek menerima semua kekurangan aku, bahkan dirumahnya aku merasakan kehangatan yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Mungkin ayah dan ibu juga bahagia karena aku sudah tidak lagi menjadi beban di mereka atau bahkan sebaliknya ayah dan ibu menyesali perbuatan pilih kasinya. Aku tidak peduli akan semua itu, yang terpenting sekarang aku berada dalam dekapan nenek. Namun, tiada henti aku berdo’a agar suatu saat ayah dan ibu menjemput aku sebagai anak kandungnya dan bisa bersikap adil antara aku dan kakakku.

Artikel Terkait

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga
Close
Back to top button