ArtikelBerita

Rahasia Dibalik Nama Getuk, Makanan Khas Magelang Yang Melegenda

Magelang, Kabartemanggung.com – Buat sebagian orang tentunya sudah tidak asing lagi dengan makanan tradisional yang satu ini, yaitu “getuk” makanan tradisional khas jawa yang sering kali dijumpai di pasar maupun di pedangan jajanan tradisional.

Getuk merupakan makanan tradisional yang terbuat dari singkong yang ditumbuk sampai menghasilkan tekstur halus. Munculnya makanan khas Magelang ini dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi pada masa penjajahan Jepang. Kala itu rakyat Magelang dilanda kelaparan karena beras yang berperan sebagai makanan pokok masyarakat diangkut pulang oleh penjajah. Alhasil tanaman singkong menjadi alternatif masyarakat kala itu.

Nama getuk diambil dari bunyinya saat proses pembuatan dengan cara menumbuk singkong kukus hingga halus, yaitu “tuk-tuk”. Selain itu, sebagian masyarakat juga mengartikan bahwa “getuk” berasal dari tindakan saat makan getuk “digeget karo manthuk-manthuk” yang menandakan bahwa makanan tersebut enak. Tidak hanya itu, adapula yang percaya bahwa nama getuk ada kaitannya dengan nama Magelang.

Dilansir dari Antara, penyebutan bahasa Jawa getuk disebut sebagai “gethuk” yang berasal dari kata “gelang kang gathuk”. Gelang dengan bentuk lingkaran dan tengahnya yang berlubang, serta getuk yang dimaksud bentuknya lingkaran dan tidak ada lubang di tengahnya. Gathuk artinya bertemu. Hal ini tentunya selaras dengan nama Magelang yang konon berasal dari kata “mahagelang”, yang merujuk pada kondisi geografis Magelang yang dikelilingi beberapa gunung, yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, dan Sumbing. Jika diilustrasikan akan membentuk seperti sebuah gelang raksasa yang melingkar.

Dari sudut pandang yang lain, konon kata “gethuk” dipercaya berasal dari kata “ndang age-age kepethuk”, yang berarti dipertemukan atau permohonannya segera terkabul. Oleh karena itu, getuk bukan hanya sekadar makanan khas atau kuliner yang memenuhi rasa saja melainkan membuat perasaan senang pada orang yang menikmatinya.

Bukan hanya sebagai ikon kuliner Magelang yang otentik, tetapi juga sebagai simbol pengharapan manusia pada sang pencipta. (Dewi)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button