Oleh: Laras Novita Ardani
Suatu hari, di sebuah desa yang masih kental dengan adat istiadat dan goyong royong ada seorang perempuan yang bernama Afifah Luvita, dia memiliki sifat yang sangat pendiam dan tak pernah berbaur dengan para tetangga akan melangsungkan hari pernikahan. Bukan hanya Afifah yang tak pernah berbaur dengan para tetangga, Pak Yanto dan Bu Lastri selaku orang tua Afifah juga sama. Pernikahan Afifah diadakan di halaman rumahnya dan tidak menggunakan jasa wedding organizer (wo), tentu saja pernikahan ini akan membutuhkan jasa para tetangga untuk “rewang”.
Pernikahan Afifah sudah H-1, ibu-ibu rt 03 bersiap-siap pergi ke rumah Afifah untuk rewang. Banyak ibu-ibu yang kesal dengan orang tua Afifah dan Afifah karena tidak pernah guyup rukun tapi masih saja meminta bantuan tetangga.
Bu Sri: “Eh eh eh bu ibu, sudah mau berangkat rewang to?” (melihat Bu Yuni dan Bu Trimah berjalan melewati rumahnya)
Bu Trimah: “Eh bu Sri, iya nih kita mau berangkat ke rumah Pak Yanto, Bu Sri disuruh rewang ga?”
Bu Sri: “Ya tentu saja saya disuruh rewang, masih satu rt kan” (jawab Bu Sri sambil terkekeh)
Bu Trimah: “Ya Allah saya lupa, yaudah ayo bu kita berangkat.”
Sesampainya di rumah pengantin, ternyata ibu-ibu yang lain juga sudah sampai dan sudah mulai kegiatan masak-masak.
Bu Tika: “Eh Bu Trimah, Bu Yuni, dan Bu sri sudah datang, sini bu.”
Bu Yuni: “Nggih bu.”
Setelah itu para ibu-ibu rewang mulai masak-masak ada yang masak sayur, daging maupun bikin roti untuk jamuan para tamu kondangan nanti.
Bu Sri: “Eh bu ibu, pada saat kalian datang tadi disambut ga sama tuan rumah, ya seengaknya di suruh minum dulu gitu dan dari tadi aku ga lihat orang tua Afifah maupun Afifah?” (tanya bu Sri dengan muka kesal)
Bu Zaenab: “Boro-boro disambut, kelihatan batang hidungnya saja tidak.”
Bu Tika: “Iya betul kata Bu Zaenab, aku lo dari tadi pagi jam 6 sudah sampe sini gaada satupun dari tuan rumah yang pergi ke dapur ini. Padahal kan ya seharusnya salah satu dari mereka datang ke sini, ya kalau mereka tidak sempat bisa kan menyuruh perwakilan dari anggota keluarga besar mereka untuk menemui ibu-ibu di sini.”
Bu Yuni: “Terus kalian yang dari pagi di sini sudah sarapan belum? Sudah jam 10 lo ini.”
Bu Tika: “Ya belum lah, boro-boro sarapan dikasih minum saja tidak.”
Bu Sri: “Astagfirullah, sudah tidak pernah berbaur dengan para tetangga tapi masih minta bantuan kita kita eh ini ga dikasih makan dan minum, masih untung kita mau rewang di sini kalau kita tidak mau siapa lagi. Kalian lihat kan ibu-ibu yang datang untuk rewang hanya sedikit, bahkan Bu Rt sama Pak Rt sendiri aja tidak berangkat. La wong mereka sudah pada tahu sifat dari kelurga ini. Kalau begini caranya aku tak pulang saja, ngapain membantu orang tapi orangnya gatau berterima kasih.”
Bu Trimah: “Ealah ibu-ibu mbok ya sudah to, mungkin saja mereka sangat sibuk. Kalau begitu aku tak coba menemui Pak Yanto dan Bu Lastri”. (sambil berjalan ke rumah Pak Yanto)
Sesampainya di rumah Pak Yanto, Bu Trimah kaget karena melihat mereka dan keluarga besar ternyata lagi asik rebahan sambil karokean. Bu Trimah akhirnya pun kembali lagi ke dapur dengan perasaan kesal.
Bu Tika: “Kok sebentar bu, sudah ketemu dengan tuan rumah?”
Bu Trimah: “ Kalau ketemu sudah, tapi kalo bicara dengan tuan rumah belum.” (jawab Bu Sri dengan wajah emosi)
Bu Yuni: “La kenapa to bu, kok malah belum bilang kita udah lapar sekali. Lihat sekarang jam 2 siang, tapi belum ada makanan apapun. Ya soalnya yang rewang cuma kita, jadi ya makanan belum ada yang jadi.”
Bu Trimah: “La aku meh bilang gimana, tuan rumah sama keluarga besar sedang rebahan sama karokean yaa masa aku ganggu mereka. Padahal ya ibu-ibu, aku di sini sudah mencoba untuk berpikir positif, eh mereka malah seenaknya sendiri. Kalau begitu pulanglah saja aku”. (jawab Bu Trimah dengan emosi level maksimal)
Bu Tika: “APAAAAA, kurang ajar. Mendingan kita semua pulang saja.”
Akhirnya ibu-ibu memutuskan pulang semua, tanpa pamit sekalipun. Selang bebarapa menit Bu Lastri pergi ke dapur dengan tujuan ingin mengambil minum untuk keluarga besarnya, Bu Lastri kaget di dapur sama sekali tidak ada orang.
Bu Lastri: “Bapak pak bapak” (berlari sambil berteriak menghampiri Pak Yanto)
Pak Yanto: “Ada apa sih bu kok teriak-teriak, malu sama keluarga yang lain.”
Afifah: “Iya ada apa sih bu, teriak-teriak begitu.”
Bu Lastri: “Itu loh, di dapur rewang gaada ibu-ibu satu orang pun.”
Pak Yanto dan Afifah: “HAH, KOK BISA?”
Bu Lastri: “Tidak tau lah, kata bapak-bapak yang lagi masang dekor katanya mereka pada pulang semua.”
Pak Yanto: ”Yaudah kita cari ya ke rumah Bu Lastri yang paling dekat dengan kita”.
Mereka bertiga akhirnya mencari ibu-ibu ke rumah Bu Lastri, dan benar saja ternyata ibu-ibu sudah ada di sana.
Pak Yanto: “Assalamualaikum ibu-ibu, saya cari ternyata kalian ada di sini”.
Bu Yuni: “Ada apa mencari kami?”. (tanya Bu yuni dengan muka judes tanpa menjawab salam)
Pak Yanto: “Begini ibu-ibu, kalian kan sudah minta tolong ke kalian untuk membantu rewang di pernikahan anak saya. Tapi saya lihat tadi di dapur tidak ada orang sama sekali, eh malah kalian ada di sini.”
Bu Tika: “Begini ya pak, bu dan Afifah, kami memutuskan untuk pulang saja dan tidak akan lanjut rewang lagi.”
Afifah: “Kenapa ibu-ibu?” (tanya Afifah sambil meneteskan air mata)
Bu Sri: “Begini ya, kalian itu tidak pernah berbaur dengan para tetangga tapi masih aja meminta bantuan kita. Awalnya kita memang mau untuk membantu kalian, tapi ternyata pada saat di sana kalian malah tidak menghormati kami. Bisa-bisanya kami rewang tidak disuguhi makan, minum ataupun cemilan. Satu lagi, dari kalian juga tidak menemui kami sekalipun di dapur malah enak karokean di keluarga besar. Lagipula para ibu-ibu yang lain juga enggan untuk rewang di pernikahan Afifah, dan hanya kita saja yang tadi ke rumah ibu.”
Bu Lastri: “Maafkan kami ibu-ibu, kami tak bermaksud begitu. Sekarang ayo ibu-ibu ke rumah saya lagi, besok sudah Hari H tapi tidak ada yang bantu kami. Kami minta tolong dengan sangat.” (ujar Bu Lastri menangis sejadi-jadinya)
Bu Tika: “TIDAK MAU, mending kalian pulang sana. Minta bantuan kepada keluarga besarmu itu.” (ujar Bu Tika sambil mengusir tiga orang itu)
Pak Yanto: “Yaudah kami pergi, assalamualaikum.”
Bu Trimah: “YA”
Akhirnya pernikahan Afifah gagal diselenggarakan besok karena tuan rumah belum siap untuk menerima tamu. Pak Yanto, Bu Lastri dan Afifah pun menanggung malu kepada para warga desa karena penyebab gagalnya pernikahan ini sudah tersebar di seluruh warga desa. Afifah memutuskan menikah satu bulan lagi, dan hanya ijab kabul saja tanpa ada resepsi pernikahan