PuisiSastra

Sajak Sajak Ketiadaan

Oleh: Riska Meliyana

Perihal kelabu, apa yang lebih pilu daripada merindu?
Kamu yang telah melugu menjelma semu, bagaimana caraku menjamu pilu?
Kiranya asa berkelana, mencari atas namamu
Kiranya kelu menggerutu, mengguru, menyerbu
Kiranya juga duka tak bisa ku terima.
Pada siapa daun wicara harus mencerca?
Pada siapa netra ini harus menatap tak suka?
Pada siapa juga raga ini harus terjaga?
Pada akhirnya juga sajak ini tak rampung melukiskan langitku yang murung.

~
Jarak ku tetak setapak demi setapak
Bunga yang menawan juga ku genggam menuju awal keabadian
Tanah tanah yang basah, nisan-nisan yang menyaksi pada tangisan
Dan aku yang menujumu tanpa keraguan
Aku yang menujumu dengan kerinduan
Aku yang menujumu.. penuh kepiluan.

Artikel Terkait

~
Sandyakala kehilangan indahnya mengiringi pergimu sore itu,
Ombak pun kukut meninggalkan bibir pantai tanpa rasa takut,
Bumi menyisa jejak-jejak letih yang membiru di pasir putih.
Lalu, bagaimana bisa tuan candra tertawa di atas sana?
Menatap nawasena yang tiada pernah menurut pada pemiliknya.

~
Perihal rindu, kita memilikinya
Perihal sesal, kita mengalaminya
Perihal pilu, kita mendustakannya
Perihal abadi, kita mengamininya
Perihal ketulusan, engkau pemenangnya.
Tapi, perihal kematianmu, aku dipaksa menerimanya.

~
Seusai pergimu, segala yang aku ceritakan adalah perihal kehilangan,
Tentang semesta yang tak pernah bercanda dalam menempa luka
Tentang takdir yang tak kalah lucu mengembalikan doa yang kita pacu
Tentang masa depan yang kita harapkan, hilang ditelan kehampaan
Tentangmu yang diharuskan berpulang tanpa pernah berpaling
Tentangku yang di paksa menerima tanpa perlu bertanya
Dan tentang kita yang membias dalam ikhlas tanpa pernah dibiarkan tuntas.

Untukmu yang melugu di langit senja..
Selamat abadi dalam aksara nan dikara.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga
Close
Back to top button