
Oleh : Anisa Rejeki
Pagi-pagi sekali, Chika sudah bangun. Matahari belum tinggi, tapi semangat Chika sudah seperti mau lomba lari. Suasana di rumah masih tenang, hanya terdengar kicauan burung dari halaman dan suara gemericik air dari kamar mandi. Rumah Chika berada di sebuah desa yang asri, dengan halaman depan yang ditumbuhi bunga-bunga dan tanaman hijau segar.
Ia cepat-cepat mandi, mengenakan seragam identitas lengkap dengan dasisya, lalu memasukkan buku-buku ke dalam tas.
“Hari ini pasti belajar IPA! Kayaknya tentang tumbuhan,” gumam Chika sambil tersenyum. Ia memang suka pelajaran sains, apalagi kalau ada gambar-gambarnya.
Setelah sarapan nasi goreng buatan Ibu di ruang makan yang hangat dan sederhana, Chika berseru, “Bu, Chika berangkat sekolah dulu ya!”
Ibu yang sedang menyiram tanaman di halaman belakang yang rindang tiba-tiba menoleh cepat. “Lho, Chika, kamu mau ke sekolah? Hari ini tanggal merah, Nak. Libur!” katanya kaget.
Chika berhenti di depan pintu. “Hah? Libur? Tapi ini kan hari Kamis, Bu?”
Ibu tersenyum dan menjelaskan, “Hari ini tanggal 1 Mei. Hari Buruh Nasional. Semua sekolah dan kantor libur.”
Chika terdiam sejenak, lalu garuk-garuk kepala. “Ya ampun, Chika lupa banget… kirain hari Kamis biasa.”
Ibu tertawa kecil. “Nggak apa-apa. Malah bangunnya lebih awal dari biasanya, hebat!”
Chika tersenyum malu, lalu melepas tas dan topi. “Yasudah deh, nggak jadi ke sekolah…”
Ibu mengangguk. “Ayo masuk. Mumpung libur, mau bantu Ibu di dapur?”
Chika langsung semangat. “Mau dong! Hari ini masak apa, Bu?”
“Kita bikin sayur sop dan tempe goreng. Sekalian buat makan siang,” jawab Ibu sambil masuk ke dapur. Dapur mereka sederhana namun bersih, dengan jendela yang menghadap ke kebun kecil di belakang rumah.
Chika ikut di belakangnya. Ia membantu mencuci wortel, memetik seledri, dan memotong kentang.
“Aku juga mau coba ngulek bawang!” katanya antusias.
“Boleh, tapi hati-hati. Jangan sampai pedas kena mata ya,” kata Ibu sambil tersenyum.
Setelah semua bahan siap, Chika membantu mengaduk sayur di panci. Harumnya mulai menyebar ke seluruh rumah, menciptakan suasana hangat dan menyenangkan.
“Wah, jadi lapar!” ujar Chika sambil mengipas-ngipas wajahnya karena uap panas dari kompor. Setelah selesai memasak, Chika membantu mengatur meja makan di ruang tengah. Ia menyusun piring, sendok, dan gelas dengan rapi.
“Nggak nyangka ya, Bu. Masak itu ternyata seru juga. Kayak main, tapi bisa dimakan,” katanya tertawa.
Ibu ikut tertawa. “Iya dong. Masak itu juga seni. Dan kalau dibantu Chika, pasti tambah enak!”
Setelah makan siang bersama di ruang makan yang penuh kehangatan keluarga, Chika merasa senang. Hari itu, meskipun tidak jadi pergi ke sekolah, ia belajar hal baru yang menyenangkan.
Chika pun berkata dalam hati, “Tanggal merah itu bukan Cuma hari libur. Tapi juga waktu istimewa untuk keluarga dan belajar hal-hal di rumah.”