Oleh: Riska Meliyana
Sosial media telah mejadi bagian integral dalam kehidupan manusia. Platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, dan X telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan, dan menjadi wadah untuk menyalurkan kreativitas, berbagi cerita, bahkan menjadi sumber hiburan, informasi penting, dan kebutuhan sehari-hari. Di era digital ini, hampir segala hal bisa ditemukan di sana, mulai dari inspirasi gaya hidup hingga solusi praktis untuk berbagai masalah. Namun, di balik manfaatnya yang luar biasa, sosial media juga menyimpan sisi gelap yang memprihatinkan. Salah satu masalah terbesar adalah menjamurnya ujaran kebencian. Ungkapan bernada negatif, yang sering kali mengandung diskriminasi, penghinaan, atau serangan personal, semakin marak di berbagai platform.
Fenomena ini tidak hanya menciptakan ketegangan sesaat antar individu ataupun kelompok, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental banyak individu. Mereka yang menjadi korban ujaran kebencian kerap merasa tertekan, kehilangan rasa percaya diri, bahkan dalam kasus tertentu mengalami trauma berkepanjangan. Sosial media yang seharusnya menjadi ruang inklusi untuk menyatukan beragam suara justru sering berubah menjadi medan konflik. Anonimitas yang ditawarkan mempermudah siapa saja untuk melontarkan ujaran kebencian tanpa rasa tanggung jawab. Ironisnya, saat ini banyak yang menganggap ujaran kebencian bukanlah hal yang tabu. Bahkan, beberapa individu sering kali tidak menyadari bahwa kata-kata yang mereka ketik dengan dalih ‘bercanda’ bisa meruntuhkan mental seseorang saat itu juga. Ungkapan singkat dengan nada negatif kini telah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Di sosial media, ujaran kebencian sering muncul dalam beragai bentuk, seperti komentar kasar atau merendahkan, meme atau gambar yang menyudutkan individu atau kelompok, hingga penyebaran hoax yang bertujuan merugikan pihak tertentu. Fenomena ini berkembang pesat karena sifat sosial media yang memungkinkan penyebaran informasi secara instan dan tanpa batas geografis. Sebagai akibatnya, ujaran kebencian di sosial media ini memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental, terutama bagi individu yang menjadi sasarannya. Paparan ujaran kebencian dapat meningkatkan resiko depresi, kecemasan, dan stres bagi korban. Lebih dari itu, ujaran kebencian atau perudungan di sosial media dapat mendorong korban untuk mengisolasi diri dari lingkungan sosial. Mengapa hal itu terjadi?
Fenomena ini terjadi karena berbagai faktor yang saling terkait, baik dari sifat sosial media itu sendiri maupun perilaku penggunanya. Pertama, sosial media memungkinkan pengguna bersembunyi di balik akun anonim atau identitas palsu. Hal ini membuat mereka merasa bebas untuk melontarkan komentar negatif tanpa takut akan konsekuensinya. Kedua, interaksi di dunia maya sering kali mengurangi rasa empati karena komunikasi tidak terjadi secara langsung. Tanpa melihat reaksi atau emosi lawan biacara, banyak orang tidak meyadari atau mengabaikan dampak dari kata-kata yang mereka sampaikan. Ketiga, semakin banyak orang yang menganggap normal ujaran kebencian di sosial media. Budaya ini membuat pelaku merasa didukung atau tidak disalahkan, sehingga perilaku tersebut terus berlanjut. Beberapa faktor tersebut menunjukkan bahwa tantangan dalam menangani ujaran kebencian tidak hanya ada di tingkat individu, tetapi juga melibatkan tanggung jawab platform dan masyarakat luas.
Melihat fenomena tersebut, sebagai pengguna sosial media, kita harus lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat dan bersama-sama menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan suportif. Kita dapat memulai dengan memastikan komentar atau unggahan yang kita buat tidak menyinggung perasaan orang lain, menghindari kata-kata yang bisa menyulut konflik, menghindari penyebaran konten negatif. Selain itu, penting juga untuk mempelajari etika di dunia maya. Edukasi diri dan orang-orang di sekitar tentang dampak buruk ujaran kebencian, baik terhadap individu maupun masyarakat.
Dengan memahami dampak positif dan negatif sosial media, harapannya kita dapat memanfaatkannya dengan bijak dan menggunakannya untuk menyebarkan informasi yang positif dan berkualitas. Kemudian, dengan memahami dampak kesehatan mental yang timbul dari ujaran kebencian, kita dapat meminimalisir paparan ujaran kebencian ataupun perundungan di dunia maya. Selain itu, kita juga dapat lebih berempati kepada korban, dan mulai memperbaiki pola berkomunikasi di sosial media, setidaknya dimulai dari diri sendiri.