Oleh : Indah Kurnia Sari
Desa Tlogopucang di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dikenal dengan tradisi unik yang melarang warganya menjual nasi putih. Meskipun nasi adalah makanan pokok yang sangat umum di Indonesia, di desa ini tidak ada pedagang yang menjual nasi putih secara langsung. Namun, olahan beras lain seperti nasi goreng, lontong, arem-arem, dan bubur tetap diperbolehkan untuk dijual.
Larangan ini bukan sekadar aturan tanpa makna, melainkan merupakan warisan leluhur yang sarat dengan nilai-nilai sosial dan spiritual. Konon, nenek moyang Desa Tlogopucang melarang penjualan nasi putih agar masyarakatnya terdorong untuk saling berbagi dan bersedekah. Filosofi ini menekankan pentingnya solidaritas dan kepedulian antarwarga, sehingga tercipta kehidupan yang rukun, damai, dan sejahtera.
Dengan tidak menjual nasi putih, warga diharapkan lebih sering memberikan makanan secara cuma-cuma kepada sesama, memperkuat ikatan sosial dan menghindarkan desa dari berbagai marabahaya. Tradisi ini juga merupakan bentuk nyata dari nilai ukhuwah islamiyah yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Tlogopucang, yang mayoritas beragama Islam.
Selain itu, tradisi ini menjadi identitas budaya yang membedakan Desa Tlogopucang dari desa lain. Banyak orang luar yang merasa heran saat mengetahui tidak ada warung yang menjual nasi putih di sana, padahal makanan ini adalah kebutuhan sehari-hari di wilayah lain. Larangan ini bukan bertentangan dengan hukum atau agama, melainkan sebuah implementasi kearifan lokal yang mengedepankan nilai berbagi dan gotong royong.
Tradisi ini juga beriringan dengan berbagai kegiatan sosial keagamaan di desa, seperti tradisi nyadran yang rutin digelar sebagai bentuk rasa syukur dan silaturahmi antarwarga. Dalam kegiatan tersebut, warga membawa makanan dalam tenong (wadah bambu) untuk didoakan bersama di makam Kiai Kramat, tokoh spiritual yang dihormati di desa tersebut.
Dengan menjaga tradisi larangan menjual nasi putih, Desa Tlogopucang tidak hanya melestarikan nilai budaya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan menjaga keharmonisan masyarakatnya. Tradisi ini menjadi contoh bagaimana sebuah norma adat dapat membentuk pola hidup yang penuh rasa kemanusiaan dan kebersamaan.