CerpenSastra

Gadis Penjual Tempe Benguk

Oleh : Tri Nadya septiyaningrum

Di sudut Pasar wage Tembarak, ketika matahari baru menyingkap embun dari pucuk-pucuk dedaunan, seorang gadis kecil duduk bersila di depan lapak sederhana. Ia adalah santi, gadis berusia dua belas tahun yang menjajakan tempe benguk makanan khas dari biji koro benguk yang tak semua orang tahu cara mengolahnya.

Wajahnya berseri, meski hanya mengenakan baju lusuh dan caping warisan ibunya. Setiap orang yang lewat, ia sapa dengan senyum.
“Tempenya, Bu! Baru jadi semalam, legit dan gurih!”

Di balik senyum itu, santi menyimpan semangat yang luar biasa. Ibunya sakit dan ayahnya merantau. Ia belajar membuat tempe benguk dari neneknya, mewarisi cara merendam, membungkus, dan menunggu fermentasi sempurna dengan sabar.

Suatu pagi, seorang ibu muda dari kota memborong semua tempenya.
“Kamu yang buat sendiri, Dik?” tanya si ibu santi mengangguk. “Saya belajar dari Mbah. Tempe benguk ini lebih sehat dari yang biasa, Bu. Rasanya khas!”

Sejak hari itu, tempe benguk santi mulai dikenal. Banyak orang dari luar kota datang ke pasar hanya untuk mencicipi cita rasa yang mulai langka itu. Santi bukan sekadar menjual tempe, ia sedang menjaga warisan di tengah arus dunia yang makin melupakan akar.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button