ArtikelOpini

Roti Kering Kembang Gula: Kenangan Manis di Setiap Gigitan

Oleh : Tri Nadya Septiyaningrum

Di tengah maraknya aneka kue modern dengan topping keju, cokelat leleh, dan dekorasi yang menggiurkan, ada satu jenis camilan sederhana yang tetap bertahan di hati sebagian masyarakat Indonesia roti kering kembang gula. Kue jadul ini bukan hanya suguhan ringan, tetapi juga bagian dari nostalgia masa kecil, terutama bagi generasi 80-an hingga awal 2000-an.

Roti kering kembang gula adalah sejenis camilan manis yang terbuat dari roti tawar kering atau adonan khusus yang dipanggang renyah, lalu dilapisi gula warna-warni seperti merah muda, putih, atau hijau. Gula tersebut mengeras di permukaan roti, membentuk pola menyerupai bunga atau pecahan kaca manis, sehingga disebut “kembang gula”.

Bentuknya sederhana, namun rasanya manis dan gurih. Tekstur renyah dari rotinya dipadukan dengan rasa manis dari lapisan gulanya, menciptakan kombinasi rasa yang ringan namun memikat. Dahulu, camilan ini banyak ditemukan di toples-toples kaca warung kelontong, atau dijual di pasar tradisional dalam bungkus plastik bening dengan harga sangat terjangkau. Tak jarang, kembang gula menjadi isi dari bingkisan hajatan, camilan Lebaran, atau jajanan sekolah.

Nilai penting dari roti kering kembang gula bukan hanya pada rasa, tetapi pada ingatan kolektif yang melekat padanya. Ia menjadi penghubung antar-generasi—antara nenek yang menyiapkan kue untuk cucunya, antara anak-anak yang saling bertukar camilan di sekolah, dan antara penjual keliling dengan pembeli setia yang menyukai kesederhanaannya.

Namun kini, roti kembang gula mulai jarang ditemukan. Hanya beberapa pasar tradisional atau pengrajin kue rumahan yang masih setia memproduksinya. Meski tergerus zaman, eksistensi camilan ini tetap dirindukan. Banyak orang mulai mencarinya kembali, bukan hanya untuk dimakan, tetapi untuk menghidupkan kembali sepotong kenangan masa kecil yang manis.

Menjaga keberadaan roti kering kembang gula berarti menjaga warisan rasa dan budaya jajanan tempo dulu. Semoga generasi baru pun dapat mengenalnya, mencicipinya, dan memahami bahwa dalam setiap gigitannya, tersimpan cerita panjang tentang kesederhanaan, kasih sayang, dan kehangatan masa lalu.

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button