ArtikelOpini

Magelang Punya Gaya: Rahasia di Balik Logat yang Bikin Orang Luar Salah Paham

Oleh: Dewi Puji Lestari

Kabartemanggung.com – Ketika pertama kali berkunjung ke Magelang, jangan heran kalau percakapan sehari-hari masyarakatnya terdengar aneh bagi pendatang baru. Dialek khas Magelang yang memiliki intonasi unik serta kosakata yang terkadang berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya, menjadi identitas lokal yang membedakan kota ini dengan daerah sekitarnya. Namun, apa sebenarnya yang membuat logat ini begitu unik dan membingungkan?

Dialek Magelang bukan sekadar soal cara berbicara saja melainkan bagaimana masyarakat mampu mencerminkan budaya dan sejarah masyarakatnya. Banyak kosakata yang dipengaruhi oleh tradisi lokal, sehingga sulit dimengerti oleh pendatang baru yang terbiasa dengan bahasa Jawa. Selain itu, intonasi penutur cenderung lebih tegas dan cepat sehingga membuat orang luar yang belum terbiasa kebingungan.

Ada beberapa dialek khas Magelang yang terdengar asing dan unik, contohnya sebagai berikut.
Menggunakan partikel ‘tå’ sebagai imbuhan di setiap kalimatnya
“Kowe ki asline wong ngendi tå?”
(Kamu aslinya orang mana sih?)
“Enak tå, nek udan-udan ngene iki mangan mie.”
(Enak kan, hujan-hujan begini makan mie.)
Partikel ‘tå’ biasanya digunakan sebagai imbuhan untuk menandakan bentuk kalimat tanya serta kalimat pernyataan. Dalam kalimat tanya imbuhan tersebut berfungsi sebagai penegas.

Penambahan pengantar ‘ha’ sebagai awalan yang mempertegas kalimat
“Ha piye tå, kok iso ilang ki?”
(Bagaimana sih, kok bisa hilang?)
“Ha ra ngerti kabare.”
(Ya, tidak tahu kabarnya)
Pengantar ‘ha’ di awal kalimat, biasanya sebagai awalan yang mempertegas kalimat selanjutnya, dan pada saat penutur mengucapkannya maka intonasi lebih tinggi dan tegas.

Terbiasa mengubah salah satu bunyi vokal pada kata sifat, untuk memberikan makna ‘sangat’
“Edan taline dowu tenan.”
(Gila talinya panjang banget)
Kata “dowu” berasal dari kata ‘dawa banget’.
“Pokoke nek dolan karo kae ki mesti telate, ngasi apil aku”
(Pokoknya kalau main sama dia itu pasti terlambat, aku sampai hafal)
Kata “apil” berasal dari kata ‘apal’.

Istilah-istilah lain yang tidak ada dalam daftar kosa kata bahasa Jawa
‘Njo’
“njo lek ndang muleh, ndak selak udan”
(Ayo, segera pulang nanti keburu hujan)
Kata ‘njo’ sama artinya dengan kata ‘ayo’

‘Ndara’
“Ndara uwis tak garap wingi?”
(Kemarin sudah dikerjakan, kan?)
“Tinimbang aku isin, ndara aku teko lungo.”
(Daripada aku malu, lebih baik aku pergi.”
Kata ‘ndara’ ini belum ada padanannya di dalam bahasa Indonesia, karena kata tersebut dapat digunakan sebagai mempertanyakan sesuatu maupun memberikan keterangan jelas terkait hal yang lebih baik.

‘Njagong’
kata ‘njagong’ dalam dialek Magelang berarti duduk, sedangakan di daerah Semarang dan Solo, kata ‘njagong’ artinya menghadiri kondangan. Di Magelang ada juga kata ‘jagongan’ yang artinya menghadiri perkumpulan seperti tahlilan, resepsi pernikahan, maupun undangan pengajian.

Itulah beberapa dialek khas Magelang yang unik dan memiliki perbedaan makna yang beragam. Hal yang bisa kita tekankan dengan perbedaan dialek bahasa di tiap daerahnya dapat menjadi refleksi kita dalam menjaga tutur kata yang sopan saat berada di tempat baru, karena berbeda daerah maka beda kultur bahasa maupun kosakata.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button