CerpenSastra

Peluk Hangat di Ujung Pendakian

Oleh : Indah Kurnia Sari

Kabut pagi masih menggantung di lereng Gunung Lawu ketika Raka dan Dira memulai langkah mereka. Udara dingin menusuk kulit, tapi semangat di dada mereka menghangatkan perjalanan. Ini adalah pendakian pertama mereka bersama, sebuah janji yang lama tertunda sejak masa kuliah.

Raka berjalan di depan, sesekali menoleh memastikan Dira baik-baik saja. Dira, dengan napas sedikit terengah, tersenyum setiap kali mata mereka bertemu. “Kamu yakin kuat?” tanya Raka, separuh cemas, separuh menggoda.

Dira mengangguk mantap. “Aku harus sampai puncak. Katanya, di sana ada peluk hangat yang menunggu,” jawabnya, menirukan ucapan Raka semalam sebelum tidur di basecamp.

Perjalanan menanjak itu bukan tanpa tantangan. Jalan setapak licin oleh embun, akar-akar pohon menjulur seperti tangan-tangan tua yang menggoda langkah. Sesekali mereka berhenti, berbagi air minum dan sepotong cokelat, tertawa pada cerita-cerita lama yang kembali menghangatkan hati.

Di tengah perjalanan, kabut semakin tebal. Dira mulai letih, kakinya terasa berat. Raka menggenggam tangannya, memberinya semangat. “Sedikit lagi, Dir. Kita bisa,” bisik Raka, suaranya lembut menembus dingin.

Akhirnya, setelah berjam-jam berjalan, mereka tiba di puncak. Matahari pagi menembus kabut, memantulkan cahaya keemasan di atas awan. Pemandangan luas membentang, seolah dunia hanya milik mereka berdua. Dira meneteskan air mata, bukan karena lelah, tapi karena rasa syukur dan haru.

Raka membuka jaketnya, merangkul Dira erat-erat. “Ini peluk hangat yang aku janjikan,” bisiknya. Dira membalas pelukan itu, merasakan detak jantung Raka yang berpacu, seirama dengan miliknya.

Di puncak Gunung Lawu, di antara langit dan bumi, mereka saling menemukan. Semua beban, keraguan, dan rindu yang terpendam selama ini luruh dalam peluk hangat itu. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, hanya keheningan yang penuh makna.

Angin berhembus lembut, membawa doa-doa kecil yang terucap dalam hati. Dira menatap wajah Raka, matanya berbinar. “Terima kasih sudah menunggu aku sampai di sini,” ucapnya pelan.

Raka tersenyum, mengusap rambut Dira yang berantakan oleh angin. “Kamu tidak pernah sendiri, Dir. Di setiap langkah, aku ada untukmu.”

Matahari semakin tinggi, menghangatkan tubuh dan hati mereka. Di ujung pendakian, mereka belajar bahwa cinta bukan hanya soal janji, tapi juga tentang berjalan bersama, saling menguatkan, dan menemukan hangatnya pelukan di puncak perjalanan.

Hari itu, di atas awan, mereka tahu: setiap pendakian, seberat apa pun, selalu layak diperjuangkan jika dijalani bersama orang yang dicinta.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button