ArtikelOpini

Suara Hati Guru Honorer: Menanti Kesejahteraan di Tengah Dedikasi Tanpa Batas

oleh: Zahra Agid Tsabitah

Di balik megahnya gedung sekolah dan gegap gempita kegiatan belajar mengajar, ada sebuah kisah yang kerap terlupakan namun memiliki peran vital dalam dunia pendidikan Indonesia: kisah para guru honorer. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang dengan gigih mengabdi, mencerdaskan anak bangsa, meski dengan imbalan yang jauh dari kata layak. Sudah saatnya kita menyoroti lebih dalam jeritan hati mereka dan mencari solusi nyata untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer di negeri ini.

Dedikasi para guru honorer tidak perlu diragukan lagi. Dengan upah yang seringkali hanya cukup untuk makan sehari-hari, bahkan terkadang di bawah upah minimum regional (UMR), mereka tetap setia mengajar, membimbing, dan mendidik dengan sepenuh hati. Mereka mengisi kekosongan formasi guru di daerah terpencil, di sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar, dan menjadi tulang punggung yang tak tergantikan dalam sistem pendidikan kita. Banyak dari mereka yang telah mengabdi puluhan tahun, mengorbankan masa muda dan impian pribadi demi masa depan anak didiknya.

Namun, pengabdian yang tulus ini seringkali tidak diimbangi dengan kepastian hidup. Status kepegawaian yang tidak jelas, ketiadaan tunjangan yang memadai, dan minimnya akses terhadap jaminan sosial membuat mereka hidup dalam ketidakpastian. Mereka berjuang setiap hari, tidak hanya untuk memberikan pendidikan terbaik bagi siswa, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga mereka sendiri. Ironisnya, di tengah tuntutan profesionalisme dan kualitas pendidikan yang terus meningkat, kesejahteraan para guru honorer justru terabaikan.

Pemerintah memang telah mengambil beberapa langkah, seperti program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru. Ini adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Namun, proses seleksi yang ketat dan kuota yang terbatas masih menjadi tantangan. Ribuan guru honorer yang telah lama mengabdi belum mendapatkan kesempatan yang sama, dan mereka masih harus berjuang dalam ketidakpastian.

Sudah saatnya kita melihat masalah guru honorer ini sebagai isu krusial yang harus diselesaikan secara komprehensif. Pemerintah perlu mempercepat dan memperluas program pengangkatan guru honorer menjadi ASN (PNS atau PPPK) dengan mempertimbangkan masa kerja dan dedikasi mereka. Selain itu, perlu adanya standar upah minimum yang jelas dan layak bagi guru honorer yang belum terangkat, serta akses terhadap jaminan sosial dan kesehatan.

Meningkatkan kesejahteraan guru honorer bukan hanya tentang keadilan, tetapi juga tentang investasi dalam kualitas pendidikan itu sendiri. Guru yang sejahtera adalah guru yang dapat fokus pada tugas mengajarnya tanpa dibayangi kekhawatiran ekonomi. Mereka adalah agen perubahan yang akan membentuk generasi masa depan bangsa.

Mari kita bersama-sama menyuarakan aspirasi para guru honorer. Mendorong kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka adalah tanggung jawab kita bersama. Karena pada akhirnya, pendidikan berkualitas sejati hanya akan terwujud jika para pahlawannya, termasuk guru honorer, mendapatkan hak dan penghargaan yang layak atas dedikasi tanpa batas mereka.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button