Kabartemanggung.com – Tradisi Nyadran merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Temanggung menjelang bulan suci Ramadan. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus ajang mempererat kebersamaan antarwarga. Nyadran tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga simbol kearifan lokal yang masih dilestarikan hingga kini.
Nyadran biasanya dilakukan di makam keluarga atau leluhur. Prosesi ini dimulai dengan membersihkan area makam, kemudian dilanjutkan dengan doa bersama. Dalam suasana khusyuk, warga berkumpul untuk mendoakan arwah para leluhur agar diberi tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini menjadi momen penting untuk mengenang jasa para pendahulu yang telah tiada.
Setelah membersihkan makam, warga membawa berbagai makanan tradisional untuk kenduri (masyarakat Temanggung biasanya menyebut “genduren”). Makanan khas seperti tumpeng, apem, jenang, dan aneka jajanan pasar disajikan di tikar yang telah dibentangkan di sekitar makam. Kenduri dimulai dengan pembacaan doa oleh tokoh agama setempat, yang memohon keberkahan bagi masyarakat sekaligus keselamatan selama menjalankan ibadah Ramadan.
Biasanya setelah menyelesaikan rangkaian nyadran di pagi hari, masyarakat mengadakan acara pertunjukan kesenian khas Temanggung, seperti jaran kepang dan warok Temanggungan. Pertunjukan kesenian biasanya tidak hanya dilaksanakan 1 malam saja, bisa sampe 2 malam – 3 malam.
Nyadran bukan hanya sekadar ritual spiritual, tetapi juga momentum mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam suasana kebersamaan, sekat-sekat sosial seakan lenyap. Semua orang bekerja sama dengan peran masing-masing, mulai dari menyiapkan hidangan hingga membersihkan lingkungan makam.
Dengan keberlanjutan tradisi ini, Nyadran akan terus menjadi salah satu kebanggaan budaya masyarakat Temanggung yang mengharmoniskan kehidupan sosial, spiritual, dan lingkungan. (KT44/Laras Novita Ardani).
