
oleh : Ratna Sari
Di lereng Gunung Sindoro, saat kabut pagi mulai menipis dan sinar mentari menyapu dedaunan, tampak butiran merah menggantung di antara rimbunnya pohon kopi. Warna merah itu bukan sembarang warna, itulah pertanda musim panen telah tiba. Bagi petani kopi di lereng Sindoro, momen ini adalah saat yang paling dinantikan setiap musimnya.
Lereng Sindoro, yang berada di wilayah Temanggung, Jawa Tengah, dikenal sebagai salah satu sentra penghasil kopi unggulan di Indonesia. Kondisi tanah vulkanik yang subur, ketinggian ideal, serta iklim yang sejuk menjadi kombinasi sempurna untuk menghasilkan biji kopi berkualitas tinggi. Tidak heran, kopi dari daerah ini sering menjadi incaran para penikmat kopi lokal hingga mancanegara.
Panen kopi biasanya terjadi satu kali dalam setahun dan berlangsung selama beberapa bulan, tergantung pada jenis kopi dan kondisi geografisnya. Di lereng sindoro, kebanyakan kopi arabika yang dihasilkan, panen kopi arabika umumnya berlangsung antara Mei hingga Juli.
Saat musim panen tiba, suasana desa berubah. Ladang kopi yang biasanya sunyi kini ramai dengan tawa dan obrolan para pemetik kopi. Mereka dengan hati – hati memilih buah kopi yang sudah matang sempurna – berwarna merah untuk menjaga kualitas rasa yang dihasilkan. Panen dilakukan secara manual, meskipun melelahkan, ini adalah cara paling efektif untuk menghasilkan kopi terbaik.
Namun, musim panen bukan hanya soal memetik buah. Di balik itu, ada kerja keras dan harapan. Para petani berharap harga kopi akan stabil dan layak, agar hasil panen mampu mencukupi kebutuhan keluarga dan menambah tabungan untuk musim tanam berikutnya.
Bagi warga yang tidak mau proses panjang, setelah memetik kopi langsung dijual denga bentuk biji mentah tanpa proses apapun. Namun ada juga yang menjemurnya terlebih dahulu sampai kulit kopinya hilang hanya tinggal biji kopi siap di roasting dan digiling, ini akan menambah harga jual menjadi lebih mahal karena sudah melalui beberapa proses.
Ketika kopi mulai merah di lereng Sindoro, bukan hanya panen yang datang, tetapi juga cerita, semangat, dan harapan. Di setiap butir kopi yang diseduh, tersimpan jejak kerja keras petani dan keindahan alam pegunungan yang tetap lestari. Musim panen di kaki Sindoro bukan sekadar peristiwa tahunan, tetapi bagian dari perjalanan panjang yang menyatukan manusia, alam, dan secangkir kenikmatan yang mendunia.