
oleh: Zahra Agid Tsabitah
Bullying bukan sekadar ejekan iseng atau cubitan main-main. Ia adalah kekerasan yang diam-diam tumbuh di sekitar kita di sekolah, di lingkungan, bahkan di layar ponsel. Ia berwajah banyak: hinaan, ejekan, pukulan, pengucilan, dan komentar jahat di media sosial. Kadang kita menyebutnya “cuma bercanda”, padahal bagi korban, itu bisa menjadi awal dari kehancuran.
Banyak anak dan remaja menyimpan kisah perundungan mereka sendiri. Mereka enggan berbagi karena takut, malu, atau tak tahu harus bicara pada siapa. Padahal, dalam diam itu, ada tangis yang ditahan, ada rasa percaya diri yang perlahan hancur. Dan yang paling menyedihkan, banyak dari mereka merasa bahwa mereka pantas diperlakukan seperti itu.
Apa yang terjadi ketika seseorang dirundung terus-menerus? Ia mulai meragukan dirinya. Ia mulai merasa tidak berharga. Ia menarik diri dari teman-teman, kehilangan semangat belajar, dan bahkan bisa berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Semua itu berawal dari kata-kata dan perlakuan yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sepele.
Kita tak boleh menutup mata. Bullying bukan hal yang wajar. Ia bukan bagian dari “proses pendewasaan”, dan bukan sesuatu yang harus ditoleransi. Kita semua punya tanggung jawab—sebagai teman, guru, orang tua, atau anggota masyarakat—untuk menciptakan lingkungan yang aman dan penuh empati.
Sekolah seharusnya menjadi tempat belajar dan tumbuh, bukan tempat di mana seseorang merasa takut masuk setiap pagi. Media sosial seharusnya menjadi ruang ekspresi, bukan medan tempur yang dipenuhi ujaran kebencian. Dan kita, sebagai manusia, seharusnya bisa memilih untuk menjadi penyembuh, bukan penyebab luka.
Berhenti membiarkan. Berhenti diam. Jika kamu melihat seseorang dirundung, berdirilah di sisinya. Terkadang, satu suara yang berani bisa menyelamatkan hidup seseorang. Satu dukungan bisa mengubah pandangan seorang korban terhadap dirinya sendiri.
Bullying memang tidak selalu meninggalkan darah. Tapi luka yang ditinggalkannya bisa bertahan lebih lama daripada yang kita bayangkan. Sudah waktunya kita berkata cukup. Karena setiap orang berhak merasa aman, diterima, dan dihargai—apa pun warna kulitnya, bentuk tubuhnya, gaya bicaranya, atau latar belakangnya.
Dunia ini tidak akan berubah jika kita terus membiarkan kekerasan tumbuh. Tapi dengan keberanian, empati, dan kepedulian, kita bisa membuatnya menjadi tempat yang lebih baik. Mari mulai dari diri sendiri.