Wiwit Mbako: Ritual Sebelum Memulai Panen Tembakau di Temanggung

Kabartemanggung – Tradisi wiwit mbako merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Temanggung yang diwariskan secara turun-temurun. Ritual ini dilakukan sebelum memulai panen tembakau. Ritual yang sarat makna ini menjadi simbol hubungan harmonis antara manusia, alam, dan sang pencipta. Wiwit mbako tidak hanya menjadi simbol penghormatan terhadap alam, tetapi juga mencerminkan kebersamaan masyarakat petani tembakau.
Dalam proses wiwit mbako ini, terdapat momen simbolis yaitu daun tembakau pertama dipetik oleh sesepuh desa. “Ini adalah cara kita untuk menunjukan rasa syukur kepada Tuhan dan berharap panen mbako tahun ini membawa berkah,” kata Supri, salah satu petani tembakau di Temanggung.
Wiwit mbako di Temanggung dilaksanakan secara khidmat. Prosesi dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau pemuka agama. Dalam ritual ini, biasanya petani membawa tumpeng, ingkung, lauk pauk, buah-buahan, dan hasil bumi lainnya. Hal ini dipercaya dengan simbol rasa syukur dan harapan agar panen berjalan lancar dan membawa keberkahan bagi semuanya.
Menurut Sabar, salah satu petani tembakau di Temanggung, tradisi ini bukan sekadar formalitas saja, melainkan sebuah penghormatan bagi alam. “Kami percaya bahwa tradisi ini bisa menjaga hubungan antara manusia alam”, tuturnya.
Namun, di tengah modernisasi, tradisi wiwit mbako menghadapi beberapa tantangan salah satunya yaitu generasi muda yang kurang memahami makna dibalik tradisi wiwit mbako ini. Meski demikian, banyak upaya dari komunitas luhur untuk melestarikan tradisi ini, seperti mengadakan festival budaya atau memasukan wiwit mbako ke dalam program wisata budaya.
Tradisi wiwit mbako menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat Temanggung menjaga hubuungan spiritual dengan alam. Lebih dari sekadar ritual, wiwit mbako mengajarkan pentingnya rasa syukur, kebersamaan, dan pelestarian tradisi di tengah perkembangan zaman. (KT44/Laras Novita Ardani)